Friday, 19 November 2010

Hell

I can still feel Monday like it was yesterday. And how it hurts..... Oh yes, it hurts like hell.

You know what REALLY hurts?

It's that I can still feel and remember every single detail about You that's stuck in my head. Every single detail of it. And it hurts.

How You smile while looking into my eyes. It's really hipnotizing. How You (sometimes) laugh at my unfunny jokes. How You say 'kayak' that's so annoyingly cute. How You say 'gitu ya' that's really..... You. How You would tell me stories with enthusiasm. How You strictly forbid me from smoking & telling me to do my thesis -that I do listen. How You giggle. How Your sleepy voice lullabies me to sleep. And how You say 'good night'.

It's all in my head. I can't get it out even if I try to. Now I don't even know how to feel when I remember it.

People say that you can't really appreciate what you have until it's gone. But how can you say something's gone when it's not even there in the first place.

All I can feel now is an empty feeling of disappointment. Disappointment of...... Something that's not even there.

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Tuesday, 16 November 2010

"..... Lil muttaqiina imaama"

I wrote this last night. Right after the Provocative Proactive meeting at Aneka Bubur. Well not actually right after the meeting. Although I have to admit that I couldn't drive properly because I was thinking of the words that might suit my feelings properly. So, here goes.
_______________________________________________

"Rabbana hablana minazwaajina, wazurriyyatina qurataa'yun, waj'alna lilmuttaqiina imaama"

Anyone heard of that prayer? Yes, it's a prayer for obtaining a couple. A pious couple. For me, this prayer is a personal favorite. And yes, it has such a beautiful meaning. Believe it or not, God has answered my prayer for this particular prayer everytime I put my heart into it. And now, I think God has answered my prayer, regarding You. Yes, You.

At first, to be frank, I never thought that I'd develop any kind of feelings towards you. No. I was too afraid. Getting out of a beautiful relationship with such atrocity made me a coward. I dare not hurt my feelings in such a short time. I dare not. But then, You grew on me. In the slightest time, You grew on me. I began to open my feelings again. And was excited, and afraid, at the same time. Again, I dare not hurt my own feelings. No, not in such a short time.

The circumstances that occurred while my feelings opened were too harsh. Curse, it was too harsh. In fact, it may damage my relationship between me and my best friend. Although Pandji said that the game of love is only between two persons in it, I can not bear the circumstances that follow. I can not bear losing my best friend.

To you, My Brother, these past few weeks have been excruciatingly hard for me. I lost someone to turn to, I lost someone to lash out all my negative emotions, but most of all, I lost someone to share my laughs with. For that, I apologise. This is not about winning nor losing, but this is about who has the bigger strength. And I think it is you. For that, I apologise. I finally know how you feel about her, and for that, I apologise.

To You, I could be someone you talk to in the middle of the night without you thinking of interrupting. I could, if You'd let me. I would be someone to accompany You through a random day, driving along the city, singing, playing, chatting. I would, if You'd let me. I will be able to sing songs with my guitar, even though I'd have to search the chords in the internet and recite it hundreds of time. I will, if You'd let me. But then again, those are all clichés. And for You, clichés are not worth it. You deserve something better. Something more grandeur.

If I may say, I was valiant enough to imagine that it was You who would accompany me in my graduation day. I was valiant, and sure enough to introduce You to my whole family. Especially my mother. But I dare not, even for the slightest bit, to have expectations that we would be more than friends. I dare not, to even hope, about 'us'. I dare not, for I will suffer.

We started as friends, and I think - and hope - that we will still remain as friends. As friends, nothing more, nothing less. I think it is for the best interest that we remain as friends now. But should You think the opposite, I would not say that the chance is closed. If we were meant to be, then 'we' will be.

I apologise for writing this and for not saying this in person. Withstanding emotional grief is one emotion that I can not handle these past days. Things I've done in your presence, good or bad, is merely a manifestation of the comfort I felt towards You. For that, I apologise if you've felt any discomfort.

And so, the recital of the prayer will be my daily dose of medicine. For God speaks in mysterious ways.

Yours sincerely,
Muhammad Naufal Fileindi

http://naufalfileindi.blogspot.com

Thursday, 9 September 2010

Ramadhan

Hari ini hari terakhir bulan Ramadhan. Gue merasakan dua hal yang sebenernya bikin gue kaget: kangen dan nyesel. Kangen sama Ramadhan dan nyesel karena kurang memanfaatkan bulan ini untuk beribadah. Ngga kok, gue ga muna. Ini beneran gue rasain.

Beberapa hari sebelum masuk bulan Ramadhan, gue uring-uringan. Karena sebentar lagi ga akan bebas untuk makan di siang hari, ga bebas untuk ngerokok, ga bebas untuk liat yang sexy-sexy, bakalan haus (let’s face it, it’s been pretty damn hot right?) dan berbagai ‘rintangan-rintangan’ lain yang ga boleh kita lakukan karena bakalan puasa. Padahal, tahun lalu gue pengen banget untuk memperbaiki puasa gue di tahun ini. Tapi begitu udah mau deket hari H, keder.

Hari-hari pertama puasa pasti berat. Bangun jam 4 untuk makan nasi bukan kegiatan yang menyenangkan. Apalagi kalo kita baru bisa tidur jam 1 atau 2 pagi. Ngeliat timeline Twitter, @Sesa_Opas pasti selalu nulis ‘Alhamdulillah buka …/30’. Sebenernya itu membuat gue agak frustasi. Apalagi 5 hari pertama. Gue mikir, kapan tulisannya 30/30. Hari ini, tulisan itu bakal gue liat di timeline Twitter, dan anehnya, gue malah mau balik ke angka-angka 5/30, 10/30 atau bahkan 1/30.

Sebagai evaluasi dari gue sendiri, bulan Ramadhan ini gue masih amat sangat kurang ibadahnya. Terutama shalat wajibnya. Apalagi tarawih atau tadarusannya. Tapi, dibanding tahun lalu menurut gue tahun ini gue lumayan berhasil untuk menahan hawa nafsu. Atau mungkin aja tahun ini godaannya ga sebanyak tahun lalu. Tahun lalu sih tahun paling parah gue puasa. Semoga ga keulang lagi yang kayak gitu.

Tapi dari tahun lalu, gue bisa belajar banyak soal ‘ibadah’. Soal menahan nafsu. Soal nahan marah. Because to be frank, I’m a pretty emotional guy. Tahun lalu memang gue jadiin semacam percobaan. Gue coba untuk nakal, untuk ga taat. Hasilnya, gue merasa bersalah. Nah tahun ini lebih kayak test drive dari pelajaran tahun lalu. Sayangnya, ibadah vertikal gue masih kurang. Seakan pelajaran tahun lalu ga ada gunanya. Tapi setelah dipikir lagi, kita memang butuh masa-masa ‘coba-coba’ dan masa-masa nakal. Semata untuk ukur diri kita sendiri aja.

Overall, gue ga puas sama puasa gue tahun ini dari segi ibadahnya. Tapi gue cukup puas sama kemampuan gue untuk mengontrol emosi gue. Sesuatu yang ga semua orang bisa lakukan tampaknya.

Selamat Ied al-Fitri semuanya. Semoga kita masih ketemu Ramadhan taun depan.

Tuesday, 17 August 2010

Merdeka

Merdeka. Kata ini telah dikumandangkan oleh manusia di Indonesia sejak lama. Puncaknya, kata merdeka menggelora pada tanggal 17 Agustus tahun 1945 di bumi Indonesia. Merdeka. Apa itu merdeka? Menurut situs kateglo.com, yang mendasarkan pengertiannya dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, merdeka adalah kata sifat yang berarti suatu keadaan bebas dari perhambaan, penjajahan dan sebagainya. Atau tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu. Kata merdeka sendiri lebih sering diasosiasikan dengan negara. Pernahkah kata merdeka dilekatkan kepada manusia? Terlebih lagi, pernahkah kata merdeka disangkut-pautkan dengan pemikiran manusia?

Merdeka. Maknanya dekat dengan kedaulatan. Di mana turunan dari kemerdekaan suatu negara adalah kedaulatan negara tersebut. Setelah negara tersebut tidak lagi terikat kepada negara penjajahnya, ia memiliki kekuasaan tertinggi untuk mengatur keadaan dalam negerinya sendiri. Begitu pula dengan manusia. Seorang manusia merdeka pasti memiliki kedaulatannya sendiri. Ketika manusia itu bukan 'milik' dari manusia lain, maka ia berdaulat atas dirinya sendiri. Ia berdaulat atas tubuhnya sendiri, atas pemikirannya sendiri. Hugo Grotius, seorang jenius yang menjadi penasihat Raja Perancis saat umurnya masih sangat muda dan juga merupakan bapak hukum internasional, menyatakan bahwa manusia itu independen. Terlebih lagi, ia menyatakan bahwa manusia adalah independen di hadapan tuhan. Ia menyatakan hal ini bukanlah karena ia seorang atheis atau agnostik, bukan. Ia adalah seorang Kristen yang taat. Namun ia berpendapat bahwa kedudukan manusia di hadapan tuhan adalah independen. Manusia tidak bergantung, atau dalam kata lain dependen, kepada tuhannya. Dengan akalnya, manusia bisa melakukan apa pun yang bisa dilakukan secara logis. Manusia bisa memilih mana yang benar dan mana yang salah, berdasarkan akal mereka sendiri.
Sudah lebih dari 60 tahun negara kita terlepas dari penjajahan bangsa asing. Bebas dari kekuasaan negara asing. Dengan kata lain, sudah merdeka. Ya, negara kita sudah merdeka. Secara entitas kenegaraan memang kita sudah merdeka. Namun kemudian timbul pertanyaan, apakah kita sudah benar-benar merdeka? Dalam konteks apakah kemerdekaan itu kita capai?

Pembangunan memang bisa dilihat semakin membaik. Paling tidak bagi kita yang tinggal di Jakarta. Namun apakah pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah sudah merata? Segala macam justfikasi pun diberikan. Mulai dari tidak meratanya pembangunan saat rezim orde baru, kekurangan sumber daya manusia dan alam, juga kurangnya akses infrastruktur pendukung seperti listrik dan jalan raya.

Bung Karno pernah berkata di Sidang BPUPKI bahwa kemerdekaan adalah sebuah jembatan emas. Kemerdekaan bagi negara hanyalah sebuah alat. Justru di seberang jembatan itulah kita menyempurnakan masyarakat, kita sempurnakan kemerdekaan kita. Kemerdekaan yang seharusnya diisi dengan bekal kecerdasan dari rakyatnya. Kemerdekaan yang menjamin kebebasan warganya untuk berpikir, untuk berbuat, untuk berkarya.

Di tangan rakyat Indonesia lah perubahan akan terjadi. Itulah inti demokrasi. Semua yang kita lakukan, kita lakukan untuk orang lain dan untuk diri kita sendiri. Dari kita, untuk kita, oleh kita. Dari semua, untuk semua. Di sini lah peran negara untuk menjamin dan memastikan rakyatnya memiliki kebebasan untuk berpikir, untuk berkarya sesuai dengan passion-nya masing-masing. Di situlah hakikat kemerdekaan teman-teman, ketika kita semua bebas untuk menentukan jalan pikiran sendiri tanpa ada paksaan dari pihak lain, tanpa hambatan dari pihak lain. Karena manusia yang merdeka adalah manusia yang lepas dari kekangan pihak lain. Manusia merdeka juga lah yang mengisi kemerdekaan negara tercinta ini. Salah satu bentuk kemerdekaan manusia adalah kebebasannya untuk berpikir.

Kebebasan berpikir inilah yang menjadikan manusia 'manusia'. Pasti kita semua telah mendengar cogito ergo sum. Aku berpikir, maka aku ada. Dengan pemikiran, manusia menjadikan dirinya berguna. Dengan berpikir, dengan akal tentunya, manusia membuktikan bahwa ia adalah makhluk paling sempurna yang telah Tuhan ciptakan. Apabila manusia kehilangan kemampuannya untuk berpikir, maka makna dari kemanusiaannya telah terkikis. Kebebasan berpikir ini tidak harus terkungkung dengan keadaan yang damai. Tidak. Tulisan-tulisan terbaik dari orang-orang terbaik dunia lahir dalam keadaan yang tidak bebas, dipenjara. Sayyid Qutb, Soekarno, Pramoedya Ananta Toer, bahkan seorang Adolf Hitler melahirkan maha karya dari balik jeruji besi. Pemikiran seseorang tidak akan dapat dikekang oleh tekanan penjara sekalipun.

Jadi, pertanyaan 'sudahkan kita benar-benar merdeka?' dapat kita balik pertanyakan, 'dalam konteks kemerdekaan yang mana?'. Dalam konteks kenegaraan, ya kita sudah merdeka. Tapi pertanyaan yang seharusnya kita tanyakan pada diri kita sendiri adalah 'apakah SAYA sudah merdeka?'. Apabila ternyata kita sudah merasa merdeka secara pribadi, maka marilah kita isi kemerdekaan negara kita bersama-sama, di bidang sosial, pendidikan, kesehatan, kebudayaan dan kesejahteraan. Kita raih kehidupan yang merdesa bersama. Merdeka !!!

Yours sincerely,
Muhammad Naufal Fileindi

http://naufalfileindi.blogspot.com

Thursday, 6 May 2010

Bank Dunia dan Perjuangan SMI Oleh: Brian A Prastyo

Berikut adalah pemikiran salah satu dosen FHUI, Brian Prastyo. Beliau berkata, siapa yang sependapat dengan beliau, harap menyebarkan. Jadi lah saya sebar di blog ini.
_________________________________
Selama bertahun-tahun bank dunia selalu memberikan hutang yg teramat besar padahal mereka tahu betapa korupnya pemerintah, dpr, dan peradilan kita. Kenapa? Karena mereka tau bhw untuk mengendalikan suatu negara, maka negara itu harus dibuat terus menerus tidak sanggup membayar hutangnya. Jadi kuncinya bukan besarnya jumlah hutang, tp bagaimana agar negara itu tidak punya kemampuan utk membayar hutang nya.

Sebagai negara yg kekayaan alamnya melimpah dan jumlah penduduk nya besar, maka kalau bangsa ini bebas dari korupsi, niscaya berapapun besarnya hutang kita ke bank dunia pasti akan terbayar.

Nah sumber penerimaan negara itu ada 2, yaitu pajak dan bukan pajak. Di bawah ibu itu, penerimaan pajak melonjak drastis krn perusahaan2 besar yg selama ini nyaman ngemplang pajak pada ditagih2in. Budaya internal kantor pajak pun perlahan berubah. Tentu saja belum semuanya bersih, karena maling2 di kantor pajak itu terlalu banyak. Tp ibu itu memberi contoh bagaimana menyikapi maling yg ketahuan; dia copot 10 atasan si maling itu. Silahkan anda bandingkan sikap dia itu dengan sikap pimpinan parpol, kepolisian, kejaksaan, mahkamah agung yg anggotanya ketauan maling atau terima suap.Kondisi ini sbnrnya membahayakan bank dunia. Karena jika internal pajak bersih, maka Indonesia akan punya cukup uang utk membayar hutangnya. Bisa saja jika ibu itu tetap disitu, pada akhir pemerintahan kabinet skrg, bangsa ini bebas dari hutang ke bank dunia.

Selain itu kondisi ini menyakitkan utk perusahaan2 besar yg menjadi kroni atau milik dari elit2 bank dunia yg selama ini tdk bayar pajak yg semestinya. Jelaslah bagi bank dunia, sri mulyani indrawati harus dikendalikan.Dan bank dunia punya 2 pilihan, mengendalikan ibu itu dg memberinya jabatan yg sangat prestisius (cara halus) atau membinasakan total karir dan kredibilitasnya, bahkan mungkin nyawanya kalo terpaksa (cara kasar). Dengan tidak adanya ibu itu di pos itu, bank dunia berharap program bersih2 di lingkungan departemen keuangan pun akan berhenti.

Jadi dg tidak adanya ibu itu, skenario bank dunia ke depan kira2 begini: bank dunia akan memberikan lagi dan lagi hutang2 teramat besar yg pasti akan dikorup disini. Dan mereka akan berusaha agar departemen keuangan khususnya ditjen pajak kembali korup seperti dulu. Jadi Indonesia punya hutang yg banyak dan gak punya duit untuk bayar. Itulah yg diinginkan bank dunia. Dengan cara itulah maka perusahaan2 besar kroni mereka akan aman dari tagihan2 pajak, mereka akan tetap leluasa mengontrol perekonomian kita, dan bangsa ini tetap jadi budak karena ketidakmampuannya membayar hutang.

Pada suatu titik secara terang2an bank dunia atau kroni2nya pasti akan meminta pemecahan Indonesia sebagai kompensasi untuk pengurangan atau penghapusan hutang.

Jadi...sadarlah sobat, ini bukan sekedar intrik elit dalam negeri. Saya pribadi percaya bahwa sri mulyani indrawati punya integritas dan kecintaan yang mendalam terhadap bangsa Indonesia. Dan mudah2an beliau sadar  hikmah di balik nama "teuku umar"; bahwa itu bukan sekedar nama jalan yg kebetulan menjadi terkenal dalam panggung politik Indonesia, tetapi sesungguhnya pesan agar beliau bisa meneladani perilaku dari pahlawan yg menyandang nama itu. Selamat berjuang ibu. Ingatlah, jangan pernah takut dan jangan pernah meminta pertolongan pada apapun dan siapapun kecuali pada Allah. Pahit yg ibu alami di dunia ini akan menjadi manis kelak di akhirat nanti jika ibu ikhlas bekerja sebagai ibadah kepada Allah. Ingatlah pula selalu hymne kebanggaan almamater ibu, Universitas Indonesia: ...dan mengabdi Tuhan dan mengabdi Bangsa dan Negara Indonesia. Semoga keberkahan dan rahmat Allah selalu menyertai ibu.

Brian A. Prastyo- Warganegara Republik Indonesia -

Ps: yg setuju dg pandangan saya, mohon berkenan menyebarkannya. yg tidak setuju silahkan lakukan apa yg anda mau.

Yours sincerely,
Muhammad Naufal Fileindi

http://naufalfileindi.blogspot.com

Tuesday, 4 May 2010

Teman

Semalem, seorang teman baik BBM gue. Dia mempertanyakan soal pertemanan. Karena katanya dia udah ga tau mana temen yang bener-bener tulus, dan mana yang ga tulus. Wajar, karena dia baru 'kehilangan' seseorang yang ngaku ke dia sebagai sahabatnya. Terus terang, gue juga ngerasa gitu. Walaupun blom sampe kehilangan juga sih (alhamdulillah)...

Menarik sih kalo kita mau omongin soal pertemanan, apalagi dari sudut pandang gue. Gue bukan orang yang gampang berteman. Tapi gue dengan cukup mudah bisa merasa deket sama orang. Terlepas dia temen gue atau bukan. Bahkan kadang gue suka nganggep seseorang, atau sekelompok orang, sebagai teman. Walaupun orang itu, atau kelompok itu, ga nganggep gue temen. Yah, ga kayak gue nganggep mereka temen lah paling ngga.

Tapi coba lo tanya ke diri lo sendiri deh, siapa sih temen lo? Atau lebih dalem lagi, kayak apa sih orang yang lo sebut 'temen' itu?

Terus terang buat gue, temen itu orang yang bisa nerima & ngerti gue kayak apa. Bisa DUKUNG gue, untuk hal-hal positif sih pastinya. Bukan orang yang dateng pas dia ada maunya doang, atau mau sama gue kalo keadaannya enak doang. Standar sih sebenernya definisinya, tapi ya emang kayak gitu. Karena sebenernya agak susah dealing sama gue. Gue orangnya keras banget, batu. Malah kadang suka ga peduli sama kata orang lain. Gue suka ngomong seenak udel gue, ga jarang malah kesannya ngatain atau sarkas. Padahal sih sebenernya gue blak-blakan aja orangnya. Face it, I'm a straight forward guy. Gue bukan tipe yang bisa basa basi. Itu sih bullshit doang.

Nah, kalo gue disuruh sebut siapa temen gue, bingung. Karena itu, blom tentu mereka nganggep gue temen mereka. Contoh, orang yang udah paling lama kenal sama gue, Iman Sjafei. Gue udah kenal sama dia dari SD, tapi baru deket banget jaman SMP lah. Dari waktunya, dia SEHARUSNYA jadi temen deket gue. Yah, gue ga nganggep dia temen sih, udah macem saudara aja. Mulai dari hal-hal kecil sampe hal-hal besar juga saling cerita. Tapi ya itu, dia nganggep gue kayak gitu juga apa ga, jujur, gue blom yakin kadang-kadang.

Trus jaman SMP, gue ada genk gitu. Dulu kita deket banget. Lulus SMA, paling cuma tegor-tegoran dikit aja. Soalnya ada yang ke Bogor, ada yang ke Surabaya, ada yang sekolahnya beda walau kotanya sama. Tapi yah itu, sejak SMA hubungan kita udah renggang. Bahkan sekarang, gue cuma punya kontak 1 orang doang. Itupun jarang kontakan karena susah dihubungin.

Masuk SMA, masuk jaman transisi. Karena gue anak pindahan, gue susah masuk ke lingkungan pertemanan yang udah kebentuk dari kelas 1 di sekolah itu. Pas naik ke kelas 2, gue pindah sekolah. Alhasil, paling cuma ada beberapa doang yang bisa gue sebut 'temen' saat SMA. Tapi untungnya, beberapa diantaranya masih ngebina hubungan yang cukup baik sama gue sampe sekarang. Masih jadi tempat curhat, main air soft gun bareng, main PES bareng, jalan bareng.

Kuliah, dulu kita dibagi-bagi ke kelas MPKT. Di situ gue nemuin temen-temen yang luar biasa. Emang sih, orang-orang yang di kelas itu hasilnya keren semua (termasuk gue hehehe...). Ada yang jadi wakil ketua BEM fakultas Plt, Korbid BEM UI, Abang Jakarta, Babe angkatan, ketua departemen BEM, finalis Duta Muda ASEAN, Mahasiswa Berprestasi Utama FHUI *ehem*, dan banyak lagi. Tapi yang paling keren lagi, justru di sini gue nemuin kelompok pertemanan yang paling solid yang masih bertahan sampe sekarang. Panggilan noraknya, KLM. Absen kelas MPKT-nya absennya dari K sampe M soalnya -____-"

Orang-orang di sini, Lidyar, Irza, Aldo, Lanang, Aya, Mita, Kenya, Babeh, Ibnu, adalah orang-orang yang baik banget. Gue blom nemuin 'temen-temen' sesolid ini sampe sekarang. For that, I thank you guys :)

Tapi ya itu tadi, apakah mereka ngerasain hal yang sama kayak gue? Bisa jadi. Bisa juga ngga.

Gue yakin banget temen yang beneran temen bakal tetep ada sampe kita tua. Yang mau jadi panitia kawinan kita, yang mau dateng pas akikah anak-anak kita, yang mau dateng ke acara ulang taun kita sesibuk apapun mereka, dan yang pasti, yang mau dateng pas kita meninggal.

Jadi, saran gue buat temen gue yang BBM semalem, dan buat diri gue sendiri sih, ga usah diambil pusing lah soal ini. Perbanyak aja koneksi, perbanyak 'temen', karena bisa aja temen sejati yang kita harapkan kecantol juga :)


Yours sincerely,
Muhammad Naufal Fileindi

http://naufalfileindi.blogspot.com

Monday, 3 May 2010

Test

Halo, nyoba posting dari email.
Yours sincerely,
Muhammad Naufal Fileindi

http://naufalfileindi.blogspot.com

Passion-Pendidikan

Pernah mendengar istilah ‘I hate Monday’? Saya yakin banyak dari pembaca yang familiar dengan istilah tersebut. Umumnya, istilah tersebut dikeluarkan oleh para karyawan perkantoran atau mahasiswa dan siswa sekolah. Dalam hal ini yang ingin saya soroti adalah dari perspektif karyawan kantoran. Kebanyakan dari mereka mengeluh bahwa dengan datangnya hari Senin maka mereka kembali ke rutinitas mereka. Bekerja, bekerja, dan bekerja hingga akhir minggu tiba lagi. Mereka seakan tidak menemukan kenikmatan dalam melakukan pekerjaan mereka. Mengapa bisa demikian? Karena pekerjaan mereka bukanlah passion mereka. Apa itu passion? Mengapa harus dengan menemukan passion kita? Akan dielaborasi lebih lanjut di bawah ini.

Passion adalah suatu dorongan, suatu hasrat, sesuatu yang sangat kita cintai dan nikmati. Padanan kata bahasa Indonesia yang tepat secara harfiah mungkin hasrat. Passion adalah sesuatu yang sangat kita gemari dan sukai, sehingga pada saat kita melakukannya maka kita akan melakukannya dengan sepenuh hati. Ada orang yang memiliki passion makanan, maka dia akan mengetahui segala macam makanan dari segala penjuru dunia. Ada orang yang passion-nya olahraga, maka dia akan mengetahui berbagai macam olahraga yang ada di dunia ini, atau bahkan menggeluti salah satu bidang olahraga yang sangat menarik untuk dia. Ada yang memiliki passion dalam bidang busana, maka ia akan dapat menunjukkan dengan lugas berbagai macam mode yang sedang in saat ini. Tidak jarang orang yang memiliki passion tertentu bahkan terjun dalam industri passion-nya sendiri. Pemilik passion makanan dapat membuka rumah makan, seorang perenang bisa menjalankan passion¬-nya yaitu olahraga renang, dan orang yang memiliki passion otomotif dapat terjun sebagai pembalap atau bahkan membuka bengkel. Yang pasti, selain dapat memberikan kepuasan batin, passion seseorang dapat ditransformasikan untuk memberikan keuntungan finansial bagi diri sendiri, dan memberikan manfaat untuk orang lain.

Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa dalam dalam melakukan sesuatu maka kita harus melakukan sesuai dengan passion kita, karena hasil yang akan didapatkan akan berkali-kali lipat. Orang-orang yang mengatakan hal tersebut mulai dari seorang yang secara profesional mengajarkan mengenai passion, hingga seorang tokoh fiktif dalam sebuah film. Seseorang yang telah sejak lama membahas mengenai passion ini adalah Rene Suhardono Canoneo, seorang career coach yang mengajarkan bahwa pekerjaan kita bukanlah karir kita apabila tidak dilakukan dengan passion. Contoh dari tokoh lain adalah Mochtar Kusumaatmadja. Menurut penuturan dari beberapa orang, Prof. Mochtar memiliki passion berupa hukum laut. Dengan passion¬-nya itu, beliau telah menelurkan konsep baru yang di kemudian hari memberikan keuntungan berupa keamanan, kewilayahan, dan ekonomi bagi Indonesia. Konsep tersebut adalah konsep negara kepulauan (archipelagic state). Saya pun berkesempatan untuk bertemu dengan orang lain yang bekerja dengan mengutamakan passion-nya. Beliau adalah Rahmat Soemadipradja, salah satu pendiri kantor hukum terkemuka di Jakarta. Bahkan beliau dengan lugas menyatakan bahwa, dan saya mengutip, ‘’jangan sia-siakan waktu dengan melakukan hal yang kamu tidak suka. Lakukan sesuatu yang kamu suka, dan apabila kamu hebat dalam melakukan hal tersebut, uang yang akan mencari kamu, bukan kamu yang mencari uang’’.

Yang mungkin sedikit nyeleneh adalah saya juga mengambil pernyataan dari salah satu tokoh dalam film 3 Idiots, Ranchoddas Chancadd. Ia pun mengatakan bahwa kita harus menjalani passion kita dalam hidup. Dalam film itu, Rancho, seorang yang passion-nya adalah rekayasa mesin, masuk ke suatu Institut Teknik terkemuka dan sukses menjadi peneliti yang memiliki 400 paten atas namanya.

Lalu apa hubungannya dengan pendidikan? Apa pula hubungannya dengan istilah ‘I hate Monday’ di atas? Banyak.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, kebanyakan karyawan yang mengeluhkan datangnya hari Senin adalah mereka yang terbebani dengan pekerjaan mereka. Mereka tidak mencintai pekerjaan mereka karena mereka tidak bisa meneukan passion mereka dalam pekerjaan tersebut. Hal ini sudah terinkorporasi dalam sistem pendidikan kita, terutama sejak SMP hingga SMA. Sejak dulu, sistem pendidikan kita mengkotak-kotakkan muridnya berdasarkan IPA atau IPS. Padahal tidak sedikit murid IPS yang jago dalam fisika, atau murid IPA yang lihai dalam akuntansi. Seharusnya murid-murid dibebaskan untuk memilih mata pelajaran apa yang mereka sukai. Sesuai dengan passion mereka. Dibuat dalam sistem mayor-minor, layaknya sistem pendidikan di AS. Dengan demikian, pelajar dapat menemukan passion mereka sendiri sehingga pekerjaan yang mereka lakukan pun hasilnya akan maksimal. Apabila mayoritas pekerja kita sudah tidak bekerja lagi, melainkan sudah dalam tahap berkarya, maka Indonesia akan mencapai tahap yang dinamakan merdesa. Oleh karena itu, sistem pendidikan kita harus diubah secara bertahap menuju sistem pendidikan yang saya sebutkan karena hambatannya sangat besar. Namun, apabila kita melakukannya dengan niat, apapun dapat dilakukan.

Untuk penutup, akan saya hadirkan ucapan dari Rene Suhardono yang berbunyi ‘embrace your passion, live a life of action, and build our nation’. Mari capai merdesa dengan menemukan passion kita masing-masing.

Saturday, 20 March 2010

Senioritas adalah..... ( I )

Tulisan ini gw buat hari Sabtu dini hari, tanggal 20 Maret. Buat kalian yang mikir « ngapain tengah malem nulis blog ? », ini karena ada pemicunya sih sebenernya. Dan gw nulis ini bukan sebagai bentuk untuk nyari muka atau apa, murni bentuk pemikiran gw

Jadi dari tadi di twitter temen-temen angkatan gw pada ribut ngomongin ospek mereka ke angkatan 2008. Trus kenapa ? salah ngomongin ospek dan bernostalgia dengan masa lalu? Ngga. Yang bikin gw agak mengerutkan dahi adalah pernyataan salah seorang temen gw yang bilang kalo tolak ukur kesuksesan ospek adalah karena juniornya (dalam hal ini angkatan 2008) takut sama seniornya. Saking takutnya dia sampe hampir jatoh karena nunduk terus.

Nyet, ngapain banget sih harus bangga kalo junior sampe lari terbirit-birit sama lo? Emang ada manfaatnya juga buat kita? Ngga kan? Trus ngapain juga harus bangga dan bilang ospeknya sukses?!

Menurut gw tolok ukur kesuksesan bukan dari ketakutan si junior ke senior, tapi justru gimana caranya si senior bisa menciptakan keadaan di mana sesama junior bisa tenggang rasa dan berinteraksi sesamanya. Mau dengan menciptakan suasana mencekam, silakan. Mau acara joget-joget, silakan. Mau dicekokin film-film perang supaya lebih militan, silakan. Tapi tolong liat aim dari acara ospek ini, yaitu pengakraban dan proses penjalinan kerjasama antar junior. Bukan ajang gencet-gencetan atau intimidasi senior terhadap junior.

Gw bukannya tipe yang nolak-nolak “kekerasan” dalam ospek. Bukan. Bahkan kalo lo mau main keras-kerasan sama gw ayo aja. Gw digojlok sama TNI selama 10 hari berturut-turut kok pas gw ospek SMA (tetep aja kalah sama anak-anak Taruna Nusantara). Blom lagi penyiksaan mental dan fisik di Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra). Masalah “kekerasan” kayak ospek kampus doang sih kecil. Tapi di sini yang harus disorot bukan masalah pemakaian kekerasan dalam ospek atau tidaknya, tapi soal esensi dari ospek itu sendiri.

Pas digojlok sama TNI, hal yang bisa gw dapet adalah soal disiplin diri, kesigapan, nurut sama ‘atasan’, ga cengeng dan bisa beradapasi sama keadaan apapun, dan masih banyak lagi. Di Paskibra kurang lebih sama lah. Yang unik di Paskibra adalah gw belajar untuk memimpin orang lain, tapi kadang juga harus mau untuk dipimpin sama orang lain. Kan ada tuh orang-orang yang ga mau dengerin omongan orang dan kerjaannya merintah doang, mati aje lu. Pesan-pesan moral itu yang harus bisa diciptakan oleh senior-senior yang nanti bakal ngospekin juniornya, ya dalam hal ini di kampus gw lah ya.

Kadang gw bingung, ngapain juga ya kita harus keras gitu. Untuk dapetin wibawa dari junior? Supaya terkesan garang dan jagoan? Dikira hebat? Gile, picik juga pikirannya kalo kayak gitu. Menurut gw rasa hormat dan wibawa itu ga bisa dikasih begitu aja, tapi lo emang bener-bener layak untuk dapetinnya. It is something that you earn, not something that you get. Orang pun akan tau mana yang harus dihormatin, mana yang ngga. Mana yang cuma gila hormat, sama mana yang emang layak untuk dapet penghormatan dari kita.

Udah hampir setaun ini gw mimpin 2 organisasi besar. Kenapa besar ? karena yang satu organisasi yang cakupannya nasional, dan yang satu adalah organisasi baru yang cakupannya universitas, bukan cuma lingkup fakultas. Dalam setaun ini juga gw belajar banyak sebagai seorang ketua. Satu hal yang gw sadarin banget, jadi seorang ketua ga otomatis bikin lo jadi seorang pemimpin. Being a head of some organization is one thing, but being their leader is another thing. Dan setiap harinya gw selalu menyadarkan diri gw kalo ga cukup gw menyandang status sebagai ketua dari organisasi itu, tapi gw juga harus bisa memimpin kedua organisasi tersebut dengan sama baiknya. Dalam memimpin dua organisasi itu gw ga memosisikan diri gw sebagai ketua, tapi sebagai sesama anggota dari organisasi. Cuma kebetulan aja jabatan gw sebagai ketua. Gw juga berusaha untuk se-humble mungkin di depan anggota-anggota gw (yang tau gw kayak gimana, pasti susah ngebayanginnya hehehe), karena menurut gw seorang pemimpin bukanlah seseorang yang disegani karena kekuasaannya, tapi disegani lewat perbuatannya yang santun, santai, tapi tegas. Gw penganut tipe pemimpin yang ing madyo mangun karso. Alhamdulillah feedback dari anggota-anggota yang baru baik, walaupun beberapa anggota lama bilang gw terlalu lembek sama anggota baru. But that’s how I roll things. I like to lay back, not boss around, but still have my dignity as “the boss”. Because being the boss means being a leader. And being a leader means being their friend.

Kaitannya sama ospek adalah, ga perlu kita yang sebagai senior menciptakan keadaan supaya junior takut atau segan sama kita, tapi kita justru harus jadi temen mereka. Kasih mereka pengertian, bimbingan, arahan baru di lingkungan baru mereka. Jangan pikirin diri kita yang harus dihormatin, tapi justru pikirin gimana caranya supaya mereka bisa bersosialisasi dan bekerjasama antar angkatan mereka sendiri. Because being the older batch doesn’t make us their seniors, but it makes us their older brothers and sisters

Friday, 5 March 2010

In Progress

Memang sudah lebih dari sebulan tidak ada post di blog ini. Memang.
trus kenapa???

Sebenernya banyak banget yang mau gw tulis di sini. banyak banget. tapi itu semua kebantai karena satu aplikasi kecil yang bernama ubertwitter.
gw orangnya suka baca. suka banget. dan gw pun suka nulis. suka banget.
bahkan kalo kata seorang Rene Soehardono bahwa kita harus bisa nemuin passion kita dalam hidup, well so far, it's writing.
nah, sayangnya karena si aplikasi kecil itu gw jadi males untuk nulis di blog. ada beberapa variabel yang bikin gw males nulis. dan gw bahkan terlalu males untuk nulis tulisan itu.

Jadi sebenernya gw cuma pengen kasih tau kalo beberapa tulisan gw akan muncul di blog ini.
Mungkin nanti kayak postingan gw yang terakhir, bisa sampe 3 atau 5 sekaligus.

I need an escape from the routines of this life. And by writing, I found it.

Sunday, 10 January 2010

Upin & Ipin v. Si Unyil

Sekarang gw lagi nonton Upin & Ipin dia TPI. Serial yang baru kali ini gw tonton, di saluran yang hampir ga pernah gw tonton. Bukan alasan kenapa gw ga pernah nonton Upin Ipin (UI) atau kenapa gw jarang nonton TPI yang mau dibahas di sini, tapi fenomena soal si UI ini.
Banyak temen-temen gw yang sering ngomongin soal serial ini. Ada yang ngatain, tapi ga sedikit juga yang memuji. Kenapa diejek? Don't know, sentimen pribadi mungkin. Pujian yang ada juga bukan pujian yang sembarangan. Bahkan menurut gw, pujian yang mereka tujukan ke serial itu adalah bentuk kecemburuan atau rasa iri terhadap serial ini. Dan mungkin cemburu terhadap Malaysia itu sendiri.

Gw emang baru pertama kali nonton serial ini. Tapi dari omongan yang temen-temen gw omongin dan sekarang gw nonton sendiri, gw bisa nangkep kenapa serial ini banyak dipuji. Kualitas gambarnya emang bukan kualitas nomor satu, tapi pesan moral, penyampaian ide yang sederhana, percakapan sehari-hari mereka, pemberian edukasi di dalamnya, dan toleransi bersuku dalam serial ini patut diacungi jempol. Belom lagi unsur religiusitasnya yang kental.
Menurut gw, justru kesederhanaan serial ini yang jadi daya tarik utamanya. Gw jauh lebih terpikat sama serial "musuh sebelah" kita dibandingin sama sinetron-sinetron buatan anak bangsa yang begitu-begitu aja & ga ada pesan moralnya sama sekali. Bahkan cenderung destruktif.

Kalo dipikir lagi, dulu kita juga punya serial yang mirip sama si UI ini. Namanya Si Unyil, beserta temen-temennya kayak Pak Raden, pak Ogah dan lain-lain. Tapi sekarang serial itu ke mana rimbanya ga ada yang tau. Kemunculan si Unyil cuma bisa kita liat di salah satu stasiun tv swasta yang nampilin petualangannya tanpa ekspos terhadap cerita si unyilnya secara langsung. Salah siapa dong kalo gitu? Salah produsernya? Salah aktornya? Salah pupeteernya? Salah pemerintah? Salah siapa?
Apa mungkin ini salah anak-anak jaman sekarang yang lebih suka main games di PS, PSP atau apapun itu lah namanya. Atau mereka lebih senang berkomunikasi lewat dunia maya kayak Facebook, twitter, friendster dan lainnya?

Tontonan yang bersifat edukatif plus menghibur ini yang udah jarang ada di tv nasional. Kalopun ada, paling di siaran tv berlangganan yang ga semua orang bisa bayar. Susah kan? Untuk dapet hiburan layaknya anak-anak biasa aja susahnya minta ampun. Anak-anak jaman sekarang lebih terkspos sama hiburan (tv, lagu dll) yang sebenernya tersegmentasi untuk orang dewasa atau remaja. Mereka seakan-akan dipaksa untuk tua sebelum umurnya. Bener-bener ga sehat. Masa sepupu gw yang umurnya (dulu) 4 taun ngomong gini ke gw "gw bunuh lo!!!". Sakit. Dapet dari mana dia kalo bukan dari sinetron?
Makanya gw sebenernya merindukan keadaan jaman dulu waktu tontotnan untuk anak-anak masih berlimpah. Tiap sora pasti ada kartun atau Ksatria Baja Hitam atau apalah namanya. Lagu-lagu anak-anak masih banyak beredar (bandingin jumlah lagu anak-anak sama kemunculan band-band baru sekarang).
Fenomena Upin Ipin ini semoga bisa nyadarin masyarakat Indonesia akan pentingnya tontonan menghibur yang edukatif, sederhana, tapi penuh dengan pesan moral yang baik. Jangan cuma karena logat melayu yang ada si serial itu yang aneh (karena jarang kita denger) trus kita kata-katain. Seharusnya nih ya, kalo kita mau ngaca, kita udah jauh banget ketinggalan sama Malaysia. Jauh. Ga usah pake justifikasi apapun lah. Karena di saat kita ngomongin mereka, kita menghujat mereka, mereka malah bertindak dengan memajukan diri mereka sendiri. Kan bego kalo gitu.
Menuntut pemerintah untuk melakukan perubahan pun bukan hal yang bagus, meskipun ga ada salahnya. Tapi menurut gw akan lebih bagus kalo kita lakuin aja sendiri apa yang kita mampu untuk majuin bangsa kita. Don't think too big, just act as your capcity is. Perbuatan sekecil apapun akan kerasa manfaatnya kalo kita tulus dan serius dalam mengerjakannya.
So, STOP MENUNTUT, MARI BERKARYA!!!

Saturday, 9 January 2010

Puasa

diwajibkan bagi orang islam yg beriman buat puasa di bulan ramadhan. Puasa menahan nafsu. Apapun itulah nafsunya. Pertanyaannya, kalo udah ga bulan puasa boleh ga nahan nafsu? Kenapa harus secara spesifik bulan ramadhan aja disuruh nahan nafsu? bulan lain juga emang diwajibkan untuk nahan nafsu, tapi kenapa bulan ramadhan lebih diutamakan?

Udah hampir 20 hari bulan puasa. Afdol kah? Gw rasa ngga. Itu juga ga full 20 hari puasa. Ada hari-hari yg gw ga puasa, jangan tanya kenapa. Nah, kenapa gw bilang ga afdol? Ya karena ternyata gw hanya berpuasa nahan lapar sama haus aja. Mata, mulut, kuping, tangan masih aja ga puasa. Trus gw mikir, ngapain gw masih harus ga makan & minum kalo puasa gw ga afdol. Tapi tetep aja gw ga makan & minum, tanpa alasan yang ga jelas. Kenapa juga gw ga makan & minum padahal gw udah ga 'puasa'?

Kalo dicermatin lagi dasar kenapa kita harus puasa (al-baqarah:183), ada 2 unsur yang harus digaris bawahi menurut gw. Kalimat 'ya ayyuhallazi na'aamanu' dan 'la'allakum tattaquun'. Dulu, gw cuma berpatokan sama kalimat kedua. Gw mikir, "yang penting nanti HASILNYA gw bertakwa". gw pun sempet berpikir kalo ga masalah lo makan, minum, maen mata, maen tangan, cium-ciuman, ga nahan marah dll asal nanti hasilnya gw jadi orang bertakwa. Ya, gw cuma berani mikir doang sih. Tetep aja gw ga makan, ga minum, BERUSAHA jaga mata, tangan, bibir & kelamin *loh, haha.

Itu dulu. Sekarang gw tersadar kalo kata-kata awal ayat ini justru yang paling mengikat. 'wahai orang-orang yang beriman'. Ngiket banget. Kenapa juga harus ngiket? Karena gw berprinsip kalo 'yang penting lo mengimani adanya Tuhan'. Tapi gw pun orang yang konsekuen dengan pilihan gw. Gw udah milih Islam sebagai agama gw. Ya mau ga mau gw juga harus jalanin segala macem ritual yang ada di Islam. Tanpa kecuali.

Hari Selasa kemaren gw makan di siang bolong. Berpatokan pada kata-kata terakhir dari ayat itu & berorientasi pada hasil dan pembelajaran (karena gw orang yang lebih suka belajar dari kesalahan daripada diomongin sama orang lain). Tapi malemnya pas gw recite lagi ayatnya dari awal, gw tersadar. Justru kata-kata awalnya yang sakti buat gw. Gw udah bilang kan, gw berprinsip bahwa yang penting adalah lo mengimani Tuhan lo. Nah buat gw, Tuhan gw adalah Allah, karena gw memilih Islam sebagai agama yang gw anut.

Hasilnya? Ya gw belajar dari kesalahan.

Dan sebagai laki-laki, gw harus konsekuen sama apa yang gw lakukan dan pilih. Kesalahan ga membuat lo jadi pecundang. Pecundang justru adalah orang yang ga bisa mengambil pelajaran dari kesalahan yang dia buat.

INDONESIA DAN MALAYSIA :SAUDARA YANG BERKHIANAT DAN PERAN PEMUDA DALAM NASIONALISME

Saudara serumpun. Itulah landasan hubungan yang sering dipakai Malaysia dalam hubungannya dengan Indonesia. Namun beberapa peristiwa yang terjadi akhir – akhir ini antara negara kita dengan ”saudara serumpun” kita itu, tidaklah mencerminkan sebuah hubungan yang sehat antara saudara. Bukti? Sepertinya terlalu banyak bukti yang bisa kita angkat.
Insiden yang paling sering dibahas dan paling sering dilakukan adalah penganiayaan TKW kita di negeri Jiran itu. Terlalu banyak warga negara kita yang mendapat perlakuan yang tidak semestinya hingga tidak mungkin disebutkan satu – persatu. Namun kasus yang memicu perhatian seluruh rakyat Indonesia adalah kasus Ceriyati.
Ceriyati adalah seorang TKW yang dianiaya oleh majikannya hingga nekat melarikan diri melalui jendela dari lantai 15 apartemen majikannya. Mengherankan. Mengapa seseorang nekat membahayakan dirinya sendiri seperti itu? Dapat kita ambil kesimpulan bahwa hal tersebut dipicu oleh suatu kejadian yang sangat mengguncang jiwanya. Tidaklah mungkin seorang yang tenang dan stabil keadaan emosionalnya akan membahayakan dirinya sendiri seperti itu. Untungnya pihak Malaysia telah melakukan proses hukum yang memadai dan menghukum majikan Ceriyati.
Akhir yang membahagiakan secara penegakan hukum memang. Namun tetap saja tidak serta merta dapat menghilangkan rasa sakit hati rakyat Indonesia atas perlakuan semena – mena yang diterima salah satu saudaranya. Seharusnya perwakilan Pemerintah di luar negeri dapat melindungi warganya dari kejadian seperti itu.
Titik kulminasi dari perlakuan kasar Malaysia terhadap warga negara Indonesia ’menghantam’ ketua wasit Karate kita, Donald Pieter Luther Kolopita, yang dipukuli oleh Polisi Malaysia. Wasit yang mereka undang sendiri!!! Tindakan yang oleh penulis dikategorikan sebagi tindakan yang tidak masuk akal. Lebih tidak masuk akal lagi, Pemerintah Malaysia tidak mengajukan permintaan maaf atas perlakuan aparat mereka.
Di Malaysia, ada ketentuan yang menyatakan bahwa perlakuan terhadap warga negara asing sama dengan warga negara Malaysia sendiri, yaitu dihormati hak – haknya dan diperlakukan sama di hadapan hukum. Sehingga apabila ada warga negara asing yang diperlakukan secara sewenang – wenang oleh warga negara Malaysia, maka perbuatan tersebut dianggap dilakukan oleh negara. Maka secara tidak langsung, negara Malaysia telah memukuli negara Indonesia, negara yang mereka sebut sebagai saudara serumpun.
Perbuatan tersebut tidak dapat diterima oleh rakyat Indonesia. Permohonan maaf pun dituntut terhadap Pemerintah Malaysia, namun Malaysia secara halus menolak meminta maaf dengan hanya menyatakan penyesalan yang amat sangat. Namun tetap saja kita menginginkan kata maaf keluar dari mulut mereka. Memang, dalam praktik diplomasi permintaan maaf adalah sebuah perbuatan tingkat tinggi, dalam arti bahwa apabila sebuah negara sudah mengeluarkan pernyataan maaf, maka negara tersebut telah mengakui bahwa mereka telah melakukan perbuatan yang melanggar batas. Dan seharusnya mereka meminta maaf atas perlakuan mereka tersebut. Be a gentleman, don’t be coward.
Pernyataan maaf akhirnya keluar dari Pemerintah Malaysia. Namun bukan terhadap insiden pemukulan Donald, melainkan atas kebodohan yang dilakukan oleh pasukan Rela, sebuah organisasi sipil bentukan pemerintah untuk melakukan razia terhadap imigran gelap di Malaysia. Kalau di Indonesia, mereka setara dengan Hansip.
Kebodohan yang dilakukan oleh Rela adalah penangkapan atas seorang istri diplomat kita (bayangkan Hansip melakukan penangkapan terhadap istri diplomat negara lain, mau ditaruh di mana muka kita?!). Sungguh kebodohan yang amat sangat karena mereka telah melakukan penghinaan besar – besaran terhadap Indonesia dengan perbuatan tersebut. Mengapa demikian? Karena seorang diplomat adalah representasi sebuah negara di sebuah negara lain. Ia diberikan hak – hak khusus yang tidak dapat diganggu gugat oleh negara di mana ia berada, hak – hak ini termasuk juga keluarganya. Namun mengapa Rela tidak percaya bahwa yang mereka tangkap adalah seorang istri diplomat, padahal beliau sudah menunjukkan surat – surat yang menyatakan bahwa memang benar beliau adalah seorang istri diplomat? Mungkin mereka tidak rela untuk mengakui bahwa mereka telah salah tangkap. Untungnya Malaysia segera meminta maaf atas kejadian tersebut. Jika tidak, maka tidak dapat dibayangkan betapa marahnya rakyat Indonesia karena harkat dan martabatnya telah diinjak – injak sedemikian rupa.
Tindakan – tindakan aneh Malaysia tidak berhenti sampai di situ. Sudah banyak produk – produk dan hasil karya bangsa Indonesia yang mereka patenkan menjadi milik mereka. Tempe dan batik telah lama mereka akui sebagai produk hasil Malaysia, lalu giliran angklung yang mereka klaim sebagai hasil kesenian mereka. Padahal sudah jelas angklung adalah budaya tradisional dan produk asli Jawa Barat. Ataukah mungkin Jawa Barat pernah menjadi negara bagian Malaysia, sehingga mereka tanpa segan mengakui angklung sebagai produk mereka???
Kemudian beberapa saat yang lalu muncul kabar menghebohkan lain yang berasal dari Malaysia, yaitu dijadikannya lagu ”Rasa Sayange” menjadi jingle resmi kepariwisataan mereka. Benar – benar sebuah tindakan aneh yang tidak masuk akal dan tanpa dilandasi oleh rasa malu. Bagaimana mungkin sebuah lagu yang berbahasa Maluku mereka akui sebagai milik mereka, negara yang memakai bahasa Melayu. Apakah ada sebuah daerah di Malaysia yang menggunakan bahasa Maluku??? Ketidak mungkinan yang mencapai 100%. Lalu mengapa mereka tetap nekat memakai lagu tersebut sebagai jingle kepariwisataannya? Ternyata mereka melakukan beberapa perubahan pada lagu tersebut antara lain dengan menghilangkan huruf ’e’ dalam kata ’sayange’ dan menggantinya dengan kata ’hey’ setelah kata sayang, sehingga kalimatnya menjadi ”Rasa Sayang Hey”. Mereka pun menambahkan bahasa Inggris dan Mandarin dalam lagu tersebut. Namun tetap saja cara menyanyikannya sama dengan ”Rasa Sayange”.
Kita di Indonesia hanya bisa geleng – geleng kepala dalam keheranan menanggapi perilaku negara tetangga kita tersebut. Mengapa mereka senang sekali mengambil milik orang lain tanpa permisi dan tanpa malu – malu. Mengutip kata – kata Glenn Fredly dalam sebuah harian nasional ” Malaysia melakukan hal tersebut karena artis lokal mereka tidak mempunyai kreativitas, sehingga mereka pun harus impor lagu dari Indonesia”. Betul sekali pernyataan tersebut, karena dalam tangga lagu top 10 di Malaysia, 9 dari 10 lagu yang masuk chart tersebut adalah lagu – lagu Indonesia dan hanya ada 1 lagu Malaysia, juaranya pun lagu dari Indonesia. Pemerintah malaysia sampai melarang lagu Indonesia masuk Malaysia karena hal tersebut. Memalukan. Mereka melarang masuk lagu kita secara legal, namun mereka mencuri lagu kita secara terang – terangan. Bahkan menurut kabar yang beredar, lagu kebangsaan mereka, ”Negaraku”, adalah hasil jiplakan dari lagu Indonesia yang berjudul ”Terang Bulan”. Lagu yang sudah dinyanyikan di Indonesia sejak tahun 1930-an, jauh sebelum Malaysia merdeka. Entah mengapa Malaysia senang sekali menjiplak dari Indonesia. Sekalian saja klaim ”Indonesia Raya” sebagai lagu kalian kalau berani!!!!
Sebenarnya apabila dicermati lebih lanjut, Malaysia sudah mengganggu kita sejak lama, terutama mengenai batas wilayah negara. Mulai dari penggeseran patok batas di Kalimantan, sampai perebutan pulau Sipadan dan Ligitan. Sehingga pandangan Bung Karno bahwa Malaysia adalah antek – antek Oldefo dan nekolim bisa jadi adalah benar. Malaysia bertindak seakan – akan mereka adalah penguasa dan kita hanyalah babu. Mereka juga mempunyai sebutan ’sayang’ untuk orang Indonesia, yaitu ’Indon’. Konotasi tersebut sama dengan kata ’negro’ atau ’nigger’ di Amerika Serikat, hal yang sangat menghina. Apakah kita hanya akan tinggal diam diperlakukan seperti itu? Seharusnya dari dulu saja kita ganyang Malaysia ketika mereka belum kuat.
Ancaman terhadap stabilitas nasional sudah sangat kentara, namun tampaknya mayoritas para pemuda di negara kita kurang memperhatikan hal tersebut. Padahal apabila tidak hati – hati, gangguan – gangguan kecil bisa menjadi sangat besar dan mengancam keutuhan bangsa. Mungkin saja para pemuda sudah terlena dengan harta dan kemapanan orangtua mereka sehingga kurang memperhatikan keadaan negaranya sendiri. Seorang yang bijak pernah berkata, nasib sebuah negara ada pada para pemuda di negara tersebut, apabila pemudanya kuat, maka selamatlah negara itu, namun apabila pemudanya lemah maka hancurlah negara itu.
Konfrontasi jilid II sudah di depan mata. Desakan dari rakyat sudah banyak untuk memutus hubungan diplomatik dengan Malaysia. Apakah benar – benar akan terjadi atau tidak, kita tunggu saja tanggapan dari Pemerintah kita. Namun apabila itu benar – benar terjadi, sudahkah kalian, para pemuda harapan bangsa, menentukan apa yang akan kalian lakukan? Apakah kalian akan berada di garis terdepan untuk membela bangsa dan tanah air? Ataukah kalian akan duduk tenang dengan segala kemapanan yang kalian miliki? Sadarlah bahwa nasib bangsa ada di tangan kalian!!!
HIDUP PEMUDA!! HIDUP MAHASISWA!! HIDUP INDONESIA!!!

Blok Ambalat: sengketa 2 saudara

Permasalahan mengenai wilayah laut Ambalat (blok Ambalat) kembali mengemuka setelah sebelumnya sempat mencuat pada tahun 2005. Kasus ini kembali memanas akibat masuknya kapal perang Tentera Diraja Laut Malaysia (TLDM) ke wilayah blok Ambalat. Peran media untuk mem-blow up kasus inipun semakin membantu memanasnya hubungan Indonesia dan Malaysia. Padahal sesungguhnya tidak ada ketegangan antara kedua negara. Proses penyelesaian sengketa inipun dilakukan dengan cara damai, diplomatik, dan bukan dengan kekerasan. Bila pun ada kapal perang TLDM yang memasuki wilayah Ambalat dan kemudian diusir oleh KRI TNI, itu bukanlah merupakan tindakan kekerasan. Pada tulisan ini, akan membahas mengenai kasus yang ada dengan berdasarkan teori-teori dasar hukum Internasional, terutama mengenai kedaulatan sebuah negara dan mengenai wilayah maritim (maritime zone) sebuah negara serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang ada di masing-masing wilayah tersebut. Namun sesungguhnya perlu dipahami permasalahan sebenarnya yang ada dalam masalah ini. Masalah politik kah? Ekonomi kah? Atau hanya keisengan pihak Malaysia untuk mengusik NKRI?
Kedaulatan merupakan sebuah kekuasaan tertinggi sebuah negara yang dipostulasikan. Kekuasaan ini tidak dapat diganggu-gugat oleh pihak lain. Teori kedaulatan ini apabila diimplementasikan kepada sebuah negara, maka dapat dikatakan merupakan kekuasaan tertinggi sebuah negara dalam mengatur negaranya sendiri. Kekuasaan tertinggi tersebut tidak dapat diganggu-gugat, diintervensi, atau diatur-atur oleh negara lain. Ingat, bahwa kedaulatan ini adalah mutlak. Hal yang lekat hubungannya dengan kedaulatan adalah jurisdiksi. Jurisdiksi inilah yang menjadi ‘batas’ dari sebuah negara dalam menjalankan kedaulatannya. Di darat, negara memiliki kedaulatan dan jurisdiksi penuh di atasnya. Apapun yang terjadi di atas tanah suatu negara, maka hal tersebut akan menjadi wewenang dan hak dari negara tersebut. Di udara negara juga memiliki kedaulatan dan jurisdiksi. Jurisdiksi sebuah negara di udara adalah mengikuti batas dari wilayah daratnya. Namun demikian, tidak terdapat batas yang jelas seberapa tinggikah jurisdiksi negara di udara. Hal ini karena batas udara dan angkasa sangat tipis. Kemudian di wilayah perairan, negara juga memiiki kedaulatan dan jurisdiksi. Namun tidak di seluruh wilayah perairan sebuah negara memiliki kedaulatan dan jurisdiksi. Hanya pada beberapa wilayah saja negara memiliki kedaulatan dan jurisdiksi penuh. Lainnya negara hanya memiliki jurisdiksi dan hak berdaulat. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa hanya di darat lah kedaulatan dan jurisdiksi mutlak atau penuh dimiliki oleh sebuah negara. Dalam kasus Ambalat ini kemudian muncul sebuah pertanyaan, apakah wilayah Ambalat ini merupakan wilayah kedaulatan Indonesia sehingga Indonesia dapat bertindak semaunya di sana? Ataukah kita hanya memiliki hak berdaulat di sana ?
Pertanyaan ini akan dapat dijawab dengan memperhatikan zona maritim tempat Ambalat berada.
Zona maritim sendiri terdiri dari beberapa zona. Mulai dari perairan pedalaman (internal waters), laut teritorial (territorial sea), zona tambahan (contiguous zone), zona ekonomi eksklusif/ZEE (economy exclusive zone), landas kontinen (continental shelf), laut lepas (high seas), dan yang paling unik adalah perairan kepulauan (archipelagic waters).
Pada zona-zona tersebut terdapat hak, kewajiban, dan wewenang yang berbeda satu dengan yang lainnya. Yang harus diperhatikan di sini adalah mengenai zona manakah yang terdapat kedaulatan dan jurisdiksi ‘penuh’ di dalamnya. Hanya perairan pedalaman, laut teritorial, dan perairan kepulauan sajalah zona di mana sebuah negara memiliki kedaulatan penuh. Ini pun dengan beberapa pengecualian seperti adanya innocent passage di laut teritorial, adanya Alur Laut Kepulauan dan transit passage di perairan kepulauan, dan kewajiban untuk memperbolehkan kapal yang mengalami overmacht untuk memasuki zona perairan pedalaman. Lalu termasuk zona manakah Ambalat ini?
Ada dua pendapat yang berbeda mengenai hal ini. Pendapat yang pertama menggolongkan Ambalat sebagai zona landas kontinen. Namun pendapat yang kedua menyatakan bahwa Ambalat termasuk ke dalam wilayah perairan pedalaman. Kedua pendapat tersebut memiliki konsekuensi yuridis yang berbeda. Pada pendapat yang pertama, konsekuensi yuridisnya adalah bahwa Indonesia tidak memiliki kedaulatan penuh atas zona tersebut. Meskipun asing harus meminta izin untuk mengusahakan wilayah tersebut, namun asing dapat melewati daerah tersebut dengan bebas selama wilayah tersebut bukan laut teritorial ataupun perairan kepulauan. Dengan demikian, tindakan TLDM dapat dibenarkan secara yuridis meskipun tidak elit secara politis. Pendapat yang kedua memiliki konsekuensi yuridis bahwa dengan termasuknya Ambalat dalam perairan kepulauan NKRI, maka negara manapun tidak bisa dengan serta merta melewati wilayah tersebut. Apabila asing ingin melewati perairan kepulauan, mereka hanya bisa melewati Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang tersedia dan tidak bisa sembarangan.
Lalu bagaimanakah ketegasan mengenai posisi dari Ambalat ini sebenarnya? Dan masuk dalam zona apakah Ambalat ini ?
Yang perlu dipahami di sini adalah bahwa blok Ambalat adalah sebuah wilayah, sebuah daerah yang berada di dasar laut. Dengan demikian, Ambalat secara nyata termasuk dalam rezim landas kontinen. Posisi Ambalat yang dekat dengan Pulau Kalimantan menjadikannya masuk akal dibandingka klaim Malaysia bahwa Ambalat merupakan landas kontinen dari Malaysia. Bahwa Indonesia juga menganggap bahwa Ambalat juga berada dalam wilayah dan rezim perairan kepulauan, juga dapat dibenarkan karena Ambalat berada di bagian dalam dari garis batas kepulauan (archipelagic baseline) yang ditarik oleh Indonesia. Sehingga di sini terdapat dua klaim yang berbeda dari masing-masing negara.
Malaysia mendasarkan klaimnya bahwa Ambalat merupakan perpanjangan alami dari daratan Malaysia, dengan demikian Ambalat adalah bagian dari landas kontinen mereka. Klaim ini didasarkan pada adanya Pulau Sipadan dan Ligitan yang dijadikan sebagai titik batas penentuan wilayah Ambalat. Namun dalam hal ini, Prof. Dr. Hasyim Djalal menyatakan bahwa klaim tersebut lemah. Hal ini karena Pulau Sipadan dan Ligitan berada sangat jauh dari Sabah, dan bahwa ukuran kedua pulau tersebut sangat kecil dan insignifikan sehingga tidak mungkin memiliki wilayah laut sendiri. Dengan demikian, Malaysia, sebagai negara pantai (coastal state) biasa, hanya dapat menarik garis batas dari wilayah pesisir pantainya saja yang mana letaknya sangat jauh dari wilayah Ambalat. Sedangkan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) dapat menarik garis batas dari titik-titik terlua wilayahnya dan tidak terbatas pada pulau-pulau besar saja. Dari penarikan garis tersebut, Ambalat masuk dalam perairan kepulauan Indonesia.
Lalu permasalahan timbul ketika kapal perang TLDM memasuki wilayah Ambalat. Apabila tidak disikapi secara tegas, maka kita dapat kehilangan wilayah Ambalat secara tidak sadar. Mengapa demikian? Karena penempatan kapal perang dalam wilayah laut dapat dijadikan sebuah tanda bahwa negara tersebut mengusai wilayah tersebut. Dengan Malaysia menempatkan kapal perangnya di sana, mereka ingin menyatakan bahwa Ambalat adalah milik mereka. Tindakan Malaysia ini tidak dapat dibenarkan karena dua hal. Hal yang pertama adalah karena kapal tersebut telah memasuki perairan Indonesia sejauh 7 mil laut, hal ini dapat mengganggu kedaulatan Indonesia. Hal yang kedua adalah tindakan tersebut dapat diartikan sebagai tindakan provokatif. Dikatakan sebagai tindakan provokatif karena sesungguhnya wilayah ini masih dalam sengketa dan belum ditemukan jalan keluarnya. Dengan Malaysia menempatkan kapal perangnya di sana, maka mereka secara implisit telah melanggar status quo yang ada di wilayah tersebut. Dan hal tersebut tidak lah etis.
Tindakan mengirimkan kapal perang yang dilakukan Malaysia untuk menunjukkan bahwa mereka berkuasa atas wilayah tersebut sebenarnya sudah telat. Memang betul salah satu cara menunjukkan bahwa negara memiliki kuasa atas wilayah laut adalah dengan mengirimkan kapal perang mereka untuk berpatroli di wilayah tersebut. Namun salah satu cara lain adalah dengan mengusahakan atau melakukan kegiatan di wilayah tersebut. Indonesia sudah melakukan usaha di blok Ambalat sejak tahun 1999, yaitu dengan memberikan izin kepada ENI, perusahaan minyak asal Italia, untuk mengelolanya. Pada tahun 2004 pun Indonesia memberikan izin kepada Unocal Indonesia Ventures Ltd asal Amerika untuk mengelola blok Ambalat Timur. Namun, ketika pada tahun 2005 Malaysia memberikan konsesi minyak kepada Shell, perusahaan minyak milik Inggris-Belanda, untuk melakukan kegiatan di sana, terjadilah tumpang tindih jurisdiksi antara Indonesia dan Malaysia pada wilayah Ambalat. Sampai sekarang pun wilayah tersebut masih dalam sengketa.
Kemudian kita pun bertanya, mengapa wilayah ini dipersengketakan oleh kedua negara? Ternyata pada blok Ambalat ini terdapat kandungan minyak dan gas (migas) yang tidak sedikit. Menurut data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, wilayah blok ambalat ini diperkirakan memiliki kandungan minyak mencapai 700 juta hingga 1 miliar barel, sementara kandungan gasnya diperkirakan lebih dari 40 Triliun kaki kubik. Suatu jumlah yang masih cukup untuk 30 tahun lagi. Tidak heran apabila wilayah ini begitu dipersengketakan oleh kedua negara. Namun apakah bila dalam wilayah tersebut tidak terdapat kandungan migas maka kita akan membiarkan Malaysia mengambil blok Ambalat? Jawabannya adalah TIDAK!! Jangan pernah kita membiarkan wilayah kita hilang atau diambil oleh asing barang secuilpun!
Namun demikian, jangan pula kita berindak anarkis demi mempertahankan kedaulatan NKRI. Diplomasi masih menjadi sarana yang tepat untuk menyelesaikan sengketa ini. Tidak perlu ada perang. Karena harus diakui, Indonesia dan Malaysia adalah saudara. Saran dan kritikan terus mengalir mengenai kasus ini, termasuk kelola bersama wilayah blok Ambalat oleh Indonesia dan Malaysia. Namun kesuksesan kita dalam perkara Timor Gap rasanya tidak perlu, dan tidak akan, terjadi dalam kasus Ambalat ini. Kita terlalu dirugikan apabila akan dilakukan kelola bersama. Yang paling rasional adalah kita tentukan batas wilayah Ambalat ini dengan Malaysia secepatnya, melalui jalur diplomasi yang tidak berlarut-larut, dan kita kelola sendiri-sendiri wilayah tersebut. Hal ini untuk menjaga kedaulatan dan kemandirian bangsa. Merdeka!!

Nasionalis Komunis

Tulisan ini hanyalah diskusi ringan yang berasal dari pemikiran yang ringan. Jadi tolong jangan terlalu emosional, diambil dalam hati, dan, yang paling penting, jangan dipolitisir.

Sebuah pemikiran menggelitik saya tepat ketika saya akan menunaikan shalat Isya’. Saat saya sedang merasa lelah karena banyaknya tugas, presentasi makalah, serta latihan taekwondo saya mendapat bahan pemikiran dan diskusi baru.
Hal ini berawal ketika setelah latihan taekwondo saya beserta teman-teman yang lain makan malam di sebuah warung makan yang berada di kawasan barel. Di situ saya bertemu dengan kawan lama teman saya yang merupakan seorang kader organisasi yang sedang saya pimpin. Diskusi pun dimulai. Mulai dari membicarakan mengenai kemajuan organisasi, program kerja, pencapaian, sampai pada permasalahan pemilu presiden yang mendatang.
Diskusi tersebut tetap saya pikirkan hingga saya sampai di rumah. Meskipun berbeda bahasan dan kurang relevan dengan bahan diskusi, out of nowhere saya terpikir mengenai sebuah hipotesis, kalau bukan dibilang realita. Pemikiran tersebut adalah, ternyata kaum nasionalis itu sering dianggap atheis, komunis, dan kebanyakan orang kristen karena moderat.
Mengapa saya bisa sampai pada pemikiran tersebut?
1. pada saat saya baru bergabung dengan organisai yang sedang saya pimpin ini, ayah saya bertanya, “Fal, kok kamu masuk XXXX? Kamu kan orang ISLAM, kenapa gak masuk XXX aja?”. Saya pun bertanya balik, “emangnya kenapa?”. “XXXX kan isinya Batak semua, banyak kristennya lagi.” Saya balas, “ya trus? Aku kan orang INDONESIA. Agama aja kebetulan Islam.” Percakapan pun berhenti di situ.
2. saya pernah terlibat diskusi dengan salah seorang kader saya. Dia menyebutkan, “bang, orang-orang komunis itu sebenernya nasionalis ga ya? Liat aja Hitler itu.” Saya jawab, “kalo menurut gw sih justru orang-orang komunis itu adalah nasionalis sejati, kenapa? Karena mereka hanya memikirkan mengenai negara dan kebersamaan, agama tidak mereka persoalkan. Sama aja kayak fasis. Sayangnya sih mereka nasionalis chauvinist, jadinya gitu deh. (mengambil contoh dari Jerman dan Italia yang dulu dikuasai pemerintahan komunis dan fasis.”
3. dari zaman terbentuknya negara ini cap yang ada terhadap kaum nasionalis sudah demikian. Ditambah lagi dengan kedekatan kaum nasionalis (Soekarno) yang dekat dengan kaum komunis Indonesia. Bahkan, seorang anggota yang komunis pun ada yang lebih kental nuansa nasionalisnya (saya ambil contoh Amir Sjarifuddin, tolong koreksi bila salah)
Kita tinggal di Indonesia. Negara yang memiliki tingkat keberagaman yang sangat tinggi. Mulai dari suku, ras, adat, budaya, dan agama. Sayangnya (ya, sayangnya), agama yang mendominasi adalah Islam. Sehingga menurut saya, sampai kiamat pun Indonesia tidak akan bersatu karena orang-orang Islam tetap memiliki pandangan bahwa selain orang Islam, tidak boleh menjadi pemimpin kita. Selalu akan terbentuk sebuah faksi Islam secara tersendiri, terutama di panggung politik. Padahal, menurut saya, apabila agama dipolitisir maka itu adalah sebuah tndakan yang kurang bijak.
Korelasinya apa dengan pemikiran saya?
Bahwa sekarang ini pergerakan kaum nasionalis cenderung dipandang sebagai kaum yang termarjinalkan. Kaum nasionalis sering dianggap nyeleneh. Baik secara pemikiran maupun tindakan. Salah satu pemikiran yang berkembang adalah tidak bisanya kaum nasionalis untuk mengikuti perkembangan zaman karena pemikirannya sudah kuno,cenderung kaku dan kerapkali terjebak dalam romantisme masa lalu. Ditambah lagi, bagi kaum nasionalis yang paling penting adalah negara. Bukan kelompok, bukan golongan, bukan agama tertentu. Sekali lagi, yang paling penting adalah negara. Paling tidak secara teori, logika, dan yang semestinya adalah seperti itu.
Sekali lagi saya ambil contoh dari organisasi yang sedang saya pimpin, karena contoh yang paling dekat dengan saya adalah ini. Ketika awal-awal saya bergabung dengan organisasi ini ada teman saya yang berkata, “ih Fal, kok lo mau sih masuk XXXX?”, saya pun bertanya, “emang nape?”, “itu kan komunis”. Jujur, pernyataan dari teman saya tersebut membuat saya ingin terawa terbahak-bahak karena alasan yang dia kemukakan atas pernyataannya adalah karena organisasi ini adalah organisasi yang memiliki pemikiran secara nasionalis, lebih tepatnya marhaenis.
Kemudian adalah ketika saya maju menjadi calon Ketua BEM fakultas. Ada isu yang berkembang untuk jangan memilih saya karena latar belakang organisasi saya. Alasannya adalah karena XXX adalah organisasi komunis dan pemberontak. Sekali lagi, saya ingin tertawa terbahak-bahak. Karena pernyataan tersebut keluar dari mulut wanita-wanita yang tidak mengerti dasar ideologi organisasi ini. Ditambah lagi satu wanita adalah anak baru, yang dapat diasumsikan bahwa dia tidak tahu menahu mengenai organisasi XXXX.
Saya kecewa. Kenapa sampai anak bau kencur bisa berkata demikian. Tentu manusia itu tidak bisa berpikir sendiri karena dia tidak mengerti ideology organisasi XXXX. Pasti dia sudah ‘diracuni’ oleh orang yang lebih lama berkecimpung dalam dunia politik kampus. Seharusnya ‘peracun’ itu sadar, bahwa organisasi ini bukan lah organisasi komunis, pemberontak, atau apapun lah fitnah-fitnah lain yang dikeluarkan. Mengapa sampai dia bisa mengeluarkan penyataan itu. Apakah karena organisasi ini adalah organisasi nasionalis?
Betul bahwa nasionalis tidak berbicara mengenai agama. Karena, saya tekankan sekali lagi, yang paling penting adalah negara. Ras apapun, suku apapun, agama apapun yang dia anut dapat menjadi seorang naionalis. Apalagi kalau sudah berbicara dalam tataran organisasi. Tentunya SEMUA ORANG berhak untuk masuk dalam organisasi yang ditempeli cap nasionalis selama orang tersebut sama kewarganegaraannya. Tidak memandang suku, ras, dan terutama agama. Justru organisasi semacam ini lah yang menurut saya ideal. Mengapa? Karena di sini kita belajar tenggang rasa, terutama kepada pemeluk agama lain. Ketika, misalkan, kita beragama Islam dan berada di masyarakat yang mayoritas Islam tentunya keberagaman itu kurang diperhatikan oleh kita. Namun apabila keadaan tersebut dibalik sehingga yang tadinya mayoritas menjadi minoritas, keberagamaan tersebut dapat kita hargai, bahkan bisa kita nikmati.
Apakah kita akan selamanya terpisah-pisah, terkotak-kotak, terfaksi-faksi dalam perbedaan suku, ras, dan agama? Atau mungkinkah kita bersatu untuk membangun negara ini, bangsa kita tercinta, Indonesia? Apakah orang Islam akan terus terkungkung dalam eksklusivitasnya dalam berkumpul, berorganisasi, berpolitik? Demi Indonesia yang lebih baik, kenapa tidak.

Masihsiswa atau Mahasiswa: sebuah refleksi

Masihsiswa atau Mahasiswa
: sebuah refleksi*

oleh: Muhammad Naufal Fileindi.**

Selamat datang mahasiswa baru angkatan 2008. Selamat datang di universitas yang katanya adalah universitas terbaik di negara ini. Selamat datang di fakultas yang telah mencetak juris-juris yang katanya terbaik di negara ini. Selamat datang di dunia baru yang akan kalian cicipi selama 4-6 tahun mendatang, dunia kampus. Dunia mahasiswa. Dunia kemandirian.

Sekarang kalian adalah mahasiswa, bukan lagi siswa. Sebuah kata yang memiliki makna sangat besar karena memakai kata 'maha' di depannya sebab hanya terdapat beberapa kata yang memakai 'maha' di depannya. Kebanyakan dari sedikit itu adalah sifat-sifat Tuhan. Oleh karena itu, sadarlah bahwa 'mahasiswa' memiliki tanggung jawab yang besar. Sekali lagi, kalian bukan lagi seorang siswa melainkan mahasiswa.

Seorang mahasiswa tidak pantas lagi untuk dicekoki berbagai macam perintah dan aturan karena seorang mahasiswa adalah insan mandiri yang dapat berpikir secara rasional dan kritis untuk dirinya sendiri. Seorang mahasiswa tidak pantas lagi untuk bergantung dengan materi orangtuanya, memakai nama besar orangtuanya demi sebuah status sosial karena mahasiswa adalah pribadi individual yang dinilai karena dirinya sendiri, kemampuannya sendiri dan nilainya sendiri terlepas dari status dan jabatan orangtuanya. Paling tidak seperti itulah seharusnya. Seorang mahasiswa juga tidak pantas untuk berleha-leha, berapatis ria dan hidup dengan paham hedonisme karena mahasiswa adalah agen perubah, insan cendekia yang memiliki fungsi sosial bagi masyarakat sekitarnya, rakyat Indonesia serta bangsa dan negaranya.

Namun jangan pula pengertian mahasiswa yang luar biasa tersebut disalahartikan sehingga menimbulkan suatu chauvinist interpretation, sikap merasa statusnya paling hebat. Jangan sampai kita merasa bahwa mahasiswa itu begitu mulianya sehingga kita merasa bahwa kita adalah satu-satunya pembela rakyat. Penyuara aspirasi rakyat. Namun ternyata kita melakukannya tidak dengan cara yang elegan. Berteriak-teriak tidak karuan di tengah panasnya terik matahari tidak menjadikan mahasiswa pahlawan, justru menjadi lelucon bagi rakyat, golongan yang notabene adalah golongan yang dibela oleh mahasiswa. Sebuah aksi tanpa memberikan solusi hanyalah perbuatan sia-sia.

Pernahkah ditanyakan kepada masyarakat sekitar area demonstrasi apakah mereka sadar sedang dibela? jawaban yang keluar pastilah 'tidak'. Mereka hanya peduli mengenai dagangan mereka yang belum laris, mengenai berapa banyak bekas gelas air mineral yang dapat mereka kumpulkan, dan mengenai perut keluarga mereka yang belum diisi. Mana peduli mereka dengan mahasiswa yang sedang berdemo. Mana mengerti mereka tentang isu yang diangkat oleh mahasiswa yang sedang berdemo. Yang mereka mengerti adalah apabila semakin banyak orang yang berkerumun di satu tempat, semakin banyak dagangan yang dapat mereka jual, semakin banyak bekas gelas air mineral yang dapat mereka kumpulkan demi mengisi perut keluarga mereka.

Seharusnya mahasiswa dapat melakukan cara-cara yang lebih elegan, cara-cara yang lebih menunjukkan karakter mahasiswa sebagai insan cendekia. Karena ingat, demonstrasi tanpa solusi adalah perbuatan bodoh. Berteriak-teriak tanpa memberikan solusi nyata adalah naif. Melakukan bakti sosial atau memberikan tutor kepada anak kurang mampu merupakan tindakan yang lebih cerdas. Berjuang tidak akan berhasil tanpa berpikir, namun berpikir terus menerus tanpa berjuang pun sama bodohnya.

Itukah mahasiswa? moreover, itukah mahasiswa UI? Untuk itu, kita sebagai mahasiswa harus menjadi seorang pejuang-pemikir, sekaligus menjadi pemikir-pejuang.

Sesungguhnya ujung pena adalah lebih tajam daripada ujung pedang. Untuk itu mahasiswa dituntut untuk selalu membuahkan ide-ide cemerlang bagi perbaikan bangsa. Namun tentu saja jangan merasa besar kepala dan merasa paling pintar. kata-kata "hidup mahasiswa" adalah kata-kata yang sangat saya hindari karena semakin menegaskan egoisme mahasiswa. Lagipula hidup mahasiswa yang hakiki paling lama adalah 6 tahun. Lebih dari itu? Drop out. Sehingga apabila kita merasa sebagai pembela rakyat, maka kata-kata yang seharusnya kita pekikkan adalah "hidup rakyat Indonesia!!!". Lebih ‘merakyat’ bukan?

Sekali lagi saya ucapkan selamat datang di FHUI bagi mahasiswa baru angkatan 2008. Patut diingat bahwa di FHUI ini terdapat tradisi dan budaya yang sudah mendarah daging. Dan sebagai anggota baru sebaiknya kalian memahami serta mengikuti tradisi dan budaya tersebut. Terakhir, harus disadari bahwa peran kita sebagai calon sarjana hukum adalah sebagai law makers. Dengan status tersebut, kita memiliki peran yang sangat penting bagi kemajuan bangsa ini. Jangan hanya sibuk memperbesar perut sendiri. Selamat datang, selamat berpikir, selamat berjuang.







* essai dibuat untuk menyambut anggota terbaru keluarga FHUI, angkatan 2008
** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia angkatan 2006
Sekretaris Umum Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum UI
Kepala Departemen Politik dan Kajian Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Kom. FHUI
Satuan Pemuda dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Komisariat Trisakti