Saturday, 9 January 2010

INDONESIA DAN MALAYSIA :SAUDARA YANG BERKHIANAT DAN PERAN PEMUDA DALAM NASIONALISME

Saudara serumpun. Itulah landasan hubungan yang sering dipakai Malaysia dalam hubungannya dengan Indonesia. Namun beberapa peristiwa yang terjadi akhir – akhir ini antara negara kita dengan ”saudara serumpun” kita itu, tidaklah mencerminkan sebuah hubungan yang sehat antara saudara. Bukti? Sepertinya terlalu banyak bukti yang bisa kita angkat.
Insiden yang paling sering dibahas dan paling sering dilakukan adalah penganiayaan TKW kita di negeri Jiran itu. Terlalu banyak warga negara kita yang mendapat perlakuan yang tidak semestinya hingga tidak mungkin disebutkan satu – persatu. Namun kasus yang memicu perhatian seluruh rakyat Indonesia adalah kasus Ceriyati.
Ceriyati adalah seorang TKW yang dianiaya oleh majikannya hingga nekat melarikan diri melalui jendela dari lantai 15 apartemen majikannya. Mengherankan. Mengapa seseorang nekat membahayakan dirinya sendiri seperti itu? Dapat kita ambil kesimpulan bahwa hal tersebut dipicu oleh suatu kejadian yang sangat mengguncang jiwanya. Tidaklah mungkin seorang yang tenang dan stabil keadaan emosionalnya akan membahayakan dirinya sendiri seperti itu. Untungnya pihak Malaysia telah melakukan proses hukum yang memadai dan menghukum majikan Ceriyati.
Akhir yang membahagiakan secara penegakan hukum memang. Namun tetap saja tidak serta merta dapat menghilangkan rasa sakit hati rakyat Indonesia atas perlakuan semena – mena yang diterima salah satu saudaranya. Seharusnya perwakilan Pemerintah di luar negeri dapat melindungi warganya dari kejadian seperti itu.
Titik kulminasi dari perlakuan kasar Malaysia terhadap warga negara Indonesia ’menghantam’ ketua wasit Karate kita, Donald Pieter Luther Kolopita, yang dipukuli oleh Polisi Malaysia. Wasit yang mereka undang sendiri!!! Tindakan yang oleh penulis dikategorikan sebagi tindakan yang tidak masuk akal. Lebih tidak masuk akal lagi, Pemerintah Malaysia tidak mengajukan permintaan maaf atas perlakuan aparat mereka.
Di Malaysia, ada ketentuan yang menyatakan bahwa perlakuan terhadap warga negara asing sama dengan warga negara Malaysia sendiri, yaitu dihormati hak – haknya dan diperlakukan sama di hadapan hukum. Sehingga apabila ada warga negara asing yang diperlakukan secara sewenang – wenang oleh warga negara Malaysia, maka perbuatan tersebut dianggap dilakukan oleh negara. Maka secara tidak langsung, negara Malaysia telah memukuli negara Indonesia, negara yang mereka sebut sebagai saudara serumpun.
Perbuatan tersebut tidak dapat diterima oleh rakyat Indonesia. Permohonan maaf pun dituntut terhadap Pemerintah Malaysia, namun Malaysia secara halus menolak meminta maaf dengan hanya menyatakan penyesalan yang amat sangat. Namun tetap saja kita menginginkan kata maaf keluar dari mulut mereka. Memang, dalam praktik diplomasi permintaan maaf adalah sebuah perbuatan tingkat tinggi, dalam arti bahwa apabila sebuah negara sudah mengeluarkan pernyataan maaf, maka negara tersebut telah mengakui bahwa mereka telah melakukan perbuatan yang melanggar batas. Dan seharusnya mereka meminta maaf atas perlakuan mereka tersebut. Be a gentleman, don’t be coward.
Pernyataan maaf akhirnya keluar dari Pemerintah Malaysia. Namun bukan terhadap insiden pemukulan Donald, melainkan atas kebodohan yang dilakukan oleh pasukan Rela, sebuah organisasi sipil bentukan pemerintah untuk melakukan razia terhadap imigran gelap di Malaysia. Kalau di Indonesia, mereka setara dengan Hansip.
Kebodohan yang dilakukan oleh Rela adalah penangkapan atas seorang istri diplomat kita (bayangkan Hansip melakukan penangkapan terhadap istri diplomat negara lain, mau ditaruh di mana muka kita?!). Sungguh kebodohan yang amat sangat karena mereka telah melakukan penghinaan besar – besaran terhadap Indonesia dengan perbuatan tersebut. Mengapa demikian? Karena seorang diplomat adalah representasi sebuah negara di sebuah negara lain. Ia diberikan hak – hak khusus yang tidak dapat diganggu gugat oleh negara di mana ia berada, hak – hak ini termasuk juga keluarganya. Namun mengapa Rela tidak percaya bahwa yang mereka tangkap adalah seorang istri diplomat, padahal beliau sudah menunjukkan surat – surat yang menyatakan bahwa memang benar beliau adalah seorang istri diplomat? Mungkin mereka tidak rela untuk mengakui bahwa mereka telah salah tangkap. Untungnya Malaysia segera meminta maaf atas kejadian tersebut. Jika tidak, maka tidak dapat dibayangkan betapa marahnya rakyat Indonesia karena harkat dan martabatnya telah diinjak – injak sedemikian rupa.
Tindakan – tindakan aneh Malaysia tidak berhenti sampai di situ. Sudah banyak produk – produk dan hasil karya bangsa Indonesia yang mereka patenkan menjadi milik mereka. Tempe dan batik telah lama mereka akui sebagai produk hasil Malaysia, lalu giliran angklung yang mereka klaim sebagai hasil kesenian mereka. Padahal sudah jelas angklung adalah budaya tradisional dan produk asli Jawa Barat. Ataukah mungkin Jawa Barat pernah menjadi negara bagian Malaysia, sehingga mereka tanpa segan mengakui angklung sebagai produk mereka???
Kemudian beberapa saat yang lalu muncul kabar menghebohkan lain yang berasal dari Malaysia, yaitu dijadikannya lagu ”Rasa Sayange” menjadi jingle resmi kepariwisataan mereka. Benar – benar sebuah tindakan aneh yang tidak masuk akal dan tanpa dilandasi oleh rasa malu. Bagaimana mungkin sebuah lagu yang berbahasa Maluku mereka akui sebagai milik mereka, negara yang memakai bahasa Melayu. Apakah ada sebuah daerah di Malaysia yang menggunakan bahasa Maluku??? Ketidak mungkinan yang mencapai 100%. Lalu mengapa mereka tetap nekat memakai lagu tersebut sebagai jingle kepariwisataannya? Ternyata mereka melakukan beberapa perubahan pada lagu tersebut antara lain dengan menghilangkan huruf ’e’ dalam kata ’sayange’ dan menggantinya dengan kata ’hey’ setelah kata sayang, sehingga kalimatnya menjadi ”Rasa Sayang Hey”. Mereka pun menambahkan bahasa Inggris dan Mandarin dalam lagu tersebut. Namun tetap saja cara menyanyikannya sama dengan ”Rasa Sayange”.
Kita di Indonesia hanya bisa geleng – geleng kepala dalam keheranan menanggapi perilaku negara tetangga kita tersebut. Mengapa mereka senang sekali mengambil milik orang lain tanpa permisi dan tanpa malu – malu. Mengutip kata – kata Glenn Fredly dalam sebuah harian nasional ” Malaysia melakukan hal tersebut karena artis lokal mereka tidak mempunyai kreativitas, sehingga mereka pun harus impor lagu dari Indonesia”. Betul sekali pernyataan tersebut, karena dalam tangga lagu top 10 di Malaysia, 9 dari 10 lagu yang masuk chart tersebut adalah lagu – lagu Indonesia dan hanya ada 1 lagu Malaysia, juaranya pun lagu dari Indonesia. Pemerintah malaysia sampai melarang lagu Indonesia masuk Malaysia karena hal tersebut. Memalukan. Mereka melarang masuk lagu kita secara legal, namun mereka mencuri lagu kita secara terang – terangan. Bahkan menurut kabar yang beredar, lagu kebangsaan mereka, ”Negaraku”, adalah hasil jiplakan dari lagu Indonesia yang berjudul ”Terang Bulan”. Lagu yang sudah dinyanyikan di Indonesia sejak tahun 1930-an, jauh sebelum Malaysia merdeka. Entah mengapa Malaysia senang sekali menjiplak dari Indonesia. Sekalian saja klaim ”Indonesia Raya” sebagai lagu kalian kalau berani!!!!
Sebenarnya apabila dicermati lebih lanjut, Malaysia sudah mengganggu kita sejak lama, terutama mengenai batas wilayah negara. Mulai dari penggeseran patok batas di Kalimantan, sampai perebutan pulau Sipadan dan Ligitan. Sehingga pandangan Bung Karno bahwa Malaysia adalah antek – antek Oldefo dan nekolim bisa jadi adalah benar. Malaysia bertindak seakan – akan mereka adalah penguasa dan kita hanyalah babu. Mereka juga mempunyai sebutan ’sayang’ untuk orang Indonesia, yaitu ’Indon’. Konotasi tersebut sama dengan kata ’negro’ atau ’nigger’ di Amerika Serikat, hal yang sangat menghina. Apakah kita hanya akan tinggal diam diperlakukan seperti itu? Seharusnya dari dulu saja kita ganyang Malaysia ketika mereka belum kuat.
Ancaman terhadap stabilitas nasional sudah sangat kentara, namun tampaknya mayoritas para pemuda di negara kita kurang memperhatikan hal tersebut. Padahal apabila tidak hati – hati, gangguan – gangguan kecil bisa menjadi sangat besar dan mengancam keutuhan bangsa. Mungkin saja para pemuda sudah terlena dengan harta dan kemapanan orangtua mereka sehingga kurang memperhatikan keadaan negaranya sendiri. Seorang yang bijak pernah berkata, nasib sebuah negara ada pada para pemuda di negara tersebut, apabila pemudanya kuat, maka selamatlah negara itu, namun apabila pemudanya lemah maka hancurlah negara itu.
Konfrontasi jilid II sudah di depan mata. Desakan dari rakyat sudah banyak untuk memutus hubungan diplomatik dengan Malaysia. Apakah benar – benar akan terjadi atau tidak, kita tunggu saja tanggapan dari Pemerintah kita. Namun apabila itu benar – benar terjadi, sudahkah kalian, para pemuda harapan bangsa, menentukan apa yang akan kalian lakukan? Apakah kalian akan berada di garis terdepan untuk membela bangsa dan tanah air? Ataukah kalian akan duduk tenang dengan segala kemapanan yang kalian miliki? Sadarlah bahwa nasib bangsa ada di tangan kalian!!!
HIDUP PEMUDA!! HIDUP MAHASISWA!! HIDUP INDONESIA!!!

No comments:

Post a Comment