Tuesday 17 August 2010

Merdeka

Merdeka. Kata ini telah dikumandangkan oleh manusia di Indonesia sejak lama. Puncaknya, kata merdeka menggelora pada tanggal 17 Agustus tahun 1945 di bumi Indonesia. Merdeka. Apa itu merdeka? Menurut situs kateglo.com, yang mendasarkan pengertiannya dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, merdeka adalah kata sifat yang berarti suatu keadaan bebas dari perhambaan, penjajahan dan sebagainya. Atau tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu. Kata merdeka sendiri lebih sering diasosiasikan dengan negara. Pernahkah kata merdeka dilekatkan kepada manusia? Terlebih lagi, pernahkah kata merdeka disangkut-pautkan dengan pemikiran manusia?

Merdeka. Maknanya dekat dengan kedaulatan. Di mana turunan dari kemerdekaan suatu negara adalah kedaulatan negara tersebut. Setelah negara tersebut tidak lagi terikat kepada negara penjajahnya, ia memiliki kekuasaan tertinggi untuk mengatur keadaan dalam negerinya sendiri. Begitu pula dengan manusia. Seorang manusia merdeka pasti memiliki kedaulatannya sendiri. Ketika manusia itu bukan 'milik' dari manusia lain, maka ia berdaulat atas dirinya sendiri. Ia berdaulat atas tubuhnya sendiri, atas pemikirannya sendiri. Hugo Grotius, seorang jenius yang menjadi penasihat Raja Perancis saat umurnya masih sangat muda dan juga merupakan bapak hukum internasional, menyatakan bahwa manusia itu independen. Terlebih lagi, ia menyatakan bahwa manusia adalah independen di hadapan tuhan. Ia menyatakan hal ini bukanlah karena ia seorang atheis atau agnostik, bukan. Ia adalah seorang Kristen yang taat. Namun ia berpendapat bahwa kedudukan manusia di hadapan tuhan adalah independen. Manusia tidak bergantung, atau dalam kata lain dependen, kepada tuhannya. Dengan akalnya, manusia bisa melakukan apa pun yang bisa dilakukan secara logis. Manusia bisa memilih mana yang benar dan mana yang salah, berdasarkan akal mereka sendiri.
Sudah lebih dari 60 tahun negara kita terlepas dari penjajahan bangsa asing. Bebas dari kekuasaan negara asing. Dengan kata lain, sudah merdeka. Ya, negara kita sudah merdeka. Secara entitas kenegaraan memang kita sudah merdeka. Namun kemudian timbul pertanyaan, apakah kita sudah benar-benar merdeka? Dalam konteks apakah kemerdekaan itu kita capai?

Pembangunan memang bisa dilihat semakin membaik. Paling tidak bagi kita yang tinggal di Jakarta. Namun apakah pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah sudah merata? Segala macam justfikasi pun diberikan. Mulai dari tidak meratanya pembangunan saat rezim orde baru, kekurangan sumber daya manusia dan alam, juga kurangnya akses infrastruktur pendukung seperti listrik dan jalan raya.

Bung Karno pernah berkata di Sidang BPUPKI bahwa kemerdekaan adalah sebuah jembatan emas. Kemerdekaan bagi negara hanyalah sebuah alat. Justru di seberang jembatan itulah kita menyempurnakan masyarakat, kita sempurnakan kemerdekaan kita. Kemerdekaan yang seharusnya diisi dengan bekal kecerdasan dari rakyatnya. Kemerdekaan yang menjamin kebebasan warganya untuk berpikir, untuk berbuat, untuk berkarya.

Di tangan rakyat Indonesia lah perubahan akan terjadi. Itulah inti demokrasi. Semua yang kita lakukan, kita lakukan untuk orang lain dan untuk diri kita sendiri. Dari kita, untuk kita, oleh kita. Dari semua, untuk semua. Di sini lah peran negara untuk menjamin dan memastikan rakyatnya memiliki kebebasan untuk berpikir, untuk berkarya sesuai dengan passion-nya masing-masing. Di situlah hakikat kemerdekaan teman-teman, ketika kita semua bebas untuk menentukan jalan pikiran sendiri tanpa ada paksaan dari pihak lain, tanpa hambatan dari pihak lain. Karena manusia yang merdeka adalah manusia yang lepas dari kekangan pihak lain. Manusia merdeka juga lah yang mengisi kemerdekaan negara tercinta ini. Salah satu bentuk kemerdekaan manusia adalah kebebasannya untuk berpikir.

Kebebasan berpikir inilah yang menjadikan manusia 'manusia'. Pasti kita semua telah mendengar cogito ergo sum. Aku berpikir, maka aku ada. Dengan pemikiran, manusia menjadikan dirinya berguna. Dengan berpikir, dengan akal tentunya, manusia membuktikan bahwa ia adalah makhluk paling sempurna yang telah Tuhan ciptakan. Apabila manusia kehilangan kemampuannya untuk berpikir, maka makna dari kemanusiaannya telah terkikis. Kebebasan berpikir ini tidak harus terkungkung dengan keadaan yang damai. Tidak. Tulisan-tulisan terbaik dari orang-orang terbaik dunia lahir dalam keadaan yang tidak bebas, dipenjara. Sayyid Qutb, Soekarno, Pramoedya Ananta Toer, bahkan seorang Adolf Hitler melahirkan maha karya dari balik jeruji besi. Pemikiran seseorang tidak akan dapat dikekang oleh tekanan penjara sekalipun.

Jadi, pertanyaan 'sudahkan kita benar-benar merdeka?' dapat kita balik pertanyakan, 'dalam konteks kemerdekaan yang mana?'. Dalam konteks kenegaraan, ya kita sudah merdeka. Tapi pertanyaan yang seharusnya kita tanyakan pada diri kita sendiri adalah 'apakah SAYA sudah merdeka?'. Apabila ternyata kita sudah merasa merdeka secara pribadi, maka marilah kita isi kemerdekaan negara kita bersama-sama, di bidang sosial, pendidikan, kesehatan, kebudayaan dan kesejahteraan. Kita raih kehidupan yang merdesa bersama. Merdeka !!!

Yours sincerely,
Muhammad Naufal Fileindi

http://naufalfileindi.blogspot.com