Saturday, 9 January 2010

Masihsiswa atau Mahasiswa: sebuah refleksi

Masihsiswa atau Mahasiswa
: sebuah refleksi*

oleh: Muhammad Naufal Fileindi.**

Selamat datang mahasiswa baru angkatan 2008. Selamat datang di universitas yang katanya adalah universitas terbaik di negara ini. Selamat datang di fakultas yang telah mencetak juris-juris yang katanya terbaik di negara ini. Selamat datang di dunia baru yang akan kalian cicipi selama 4-6 tahun mendatang, dunia kampus. Dunia mahasiswa. Dunia kemandirian.

Sekarang kalian adalah mahasiswa, bukan lagi siswa. Sebuah kata yang memiliki makna sangat besar karena memakai kata 'maha' di depannya sebab hanya terdapat beberapa kata yang memakai 'maha' di depannya. Kebanyakan dari sedikit itu adalah sifat-sifat Tuhan. Oleh karena itu, sadarlah bahwa 'mahasiswa' memiliki tanggung jawab yang besar. Sekali lagi, kalian bukan lagi seorang siswa melainkan mahasiswa.

Seorang mahasiswa tidak pantas lagi untuk dicekoki berbagai macam perintah dan aturan karena seorang mahasiswa adalah insan mandiri yang dapat berpikir secara rasional dan kritis untuk dirinya sendiri. Seorang mahasiswa tidak pantas lagi untuk bergantung dengan materi orangtuanya, memakai nama besar orangtuanya demi sebuah status sosial karena mahasiswa adalah pribadi individual yang dinilai karena dirinya sendiri, kemampuannya sendiri dan nilainya sendiri terlepas dari status dan jabatan orangtuanya. Paling tidak seperti itulah seharusnya. Seorang mahasiswa juga tidak pantas untuk berleha-leha, berapatis ria dan hidup dengan paham hedonisme karena mahasiswa adalah agen perubah, insan cendekia yang memiliki fungsi sosial bagi masyarakat sekitarnya, rakyat Indonesia serta bangsa dan negaranya.

Namun jangan pula pengertian mahasiswa yang luar biasa tersebut disalahartikan sehingga menimbulkan suatu chauvinist interpretation, sikap merasa statusnya paling hebat. Jangan sampai kita merasa bahwa mahasiswa itu begitu mulianya sehingga kita merasa bahwa kita adalah satu-satunya pembela rakyat. Penyuara aspirasi rakyat. Namun ternyata kita melakukannya tidak dengan cara yang elegan. Berteriak-teriak tidak karuan di tengah panasnya terik matahari tidak menjadikan mahasiswa pahlawan, justru menjadi lelucon bagi rakyat, golongan yang notabene adalah golongan yang dibela oleh mahasiswa. Sebuah aksi tanpa memberikan solusi hanyalah perbuatan sia-sia.

Pernahkah ditanyakan kepada masyarakat sekitar area demonstrasi apakah mereka sadar sedang dibela? jawaban yang keluar pastilah 'tidak'. Mereka hanya peduli mengenai dagangan mereka yang belum laris, mengenai berapa banyak bekas gelas air mineral yang dapat mereka kumpulkan, dan mengenai perut keluarga mereka yang belum diisi. Mana peduli mereka dengan mahasiswa yang sedang berdemo. Mana mengerti mereka tentang isu yang diangkat oleh mahasiswa yang sedang berdemo. Yang mereka mengerti adalah apabila semakin banyak orang yang berkerumun di satu tempat, semakin banyak dagangan yang dapat mereka jual, semakin banyak bekas gelas air mineral yang dapat mereka kumpulkan demi mengisi perut keluarga mereka.

Seharusnya mahasiswa dapat melakukan cara-cara yang lebih elegan, cara-cara yang lebih menunjukkan karakter mahasiswa sebagai insan cendekia. Karena ingat, demonstrasi tanpa solusi adalah perbuatan bodoh. Berteriak-teriak tanpa memberikan solusi nyata adalah naif. Melakukan bakti sosial atau memberikan tutor kepada anak kurang mampu merupakan tindakan yang lebih cerdas. Berjuang tidak akan berhasil tanpa berpikir, namun berpikir terus menerus tanpa berjuang pun sama bodohnya.

Itukah mahasiswa? moreover, itukah mahasiswa UI? Untuk itu, kita sebagai mahasiswa harus menjadi seorang pejuang-pemikir, sekaligus menjadi pemikir-pejuang.

Sesungguhnya ujung pena adalah lebih tajam daripada ujung pedang. Untuk itu mahasiswa dituntut untuk selalu membuahkan ide-ide cemerlang bagi perbaikan bangsa. Namun tentu saja jangan merasa besar kepala dan merasa paling pintar. kata-kata "hidup mahasiswa" adalah kata-kata yang sangat saya hindari karena semakin menegaskan egoisme mahasiswa. Lagipula hidup mahasiswa yang hakiki paling lama adalah 6 tahun. Lebih dari itu? Drop out. Sehingga apabila kita merasa sebagai pembela rakyat, maka kata-kata yang seharusnya kita pekikkan adalah "hidup rakyat Indonesia!!!". Lebih ‘merakyat’ bukan?

Sekali lagi saya ucapkan selamat datang di FHUI bagi mahasiswa baru angkatan 2008. Patut diingat bahwa di FHUI ini terdapat tradisi dan budaya yang sudah mendarah daging. Dan sebagai anggota baru sebaiknya kalian memahami serta mengikuti tradisi dan budaya tersebut. Terakhir, harus disadari bahwa peran kita sebagai calon sarjana hukum adalah sebagai law makers. Dengan status tersebut, kita memiliki peran yang sangat penting bagi kemajuan bangsa ini. Jangan hanya sibuk memperbesar perut sendiri. Selamat datang, selamat berpikir, selamat berjuang.







* essai dibuat untuk menyambut anggota terbaru keluarga FHUI, angkatan 2008
** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia angkatan 2006
Sekretaris Umum Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum UI
Kepala Departemen Politik dan Kajian Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Kom. FHUI
Satuan Pemuda dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Komisariat Trisakti

No comments:

Post a Comment