Saturday 9 January 2010

Blok Ambalat: sengketa 2 saudara

Permasalahan mengenai wilayah laut Ambalat (blok Ambalat) kembali mengemuka setelah sebelumnya sempat mencuat pada tahun 2005. Kasus ini kembali memanas akibat masuknya kapal perang Tentera Diraja Laut Malaysia (TLDM) ke wilayah blok Ambalat. Peran media untuk mem-blow up kasus inipun semakin membantu memanasnya hubungan Indonesia dan Malaysia. Padahal sesungguhnya tidak ada ketegangan antara kedua negara. Proses penyelesaian sengketa inipun dilakukan dengan cara damai, diplomatik, dan bukan dengan kekerasan. Bila pun ada kapal perang TLDM yang memasuki wilayah Ambalat dan kemudian diusir oleh KRI TNI, itu bukanlah merupakan tindakan kekerasan. Pada tulisan ini, akan membahas mengenai kasus yang ada dengan berdasarkan teori-teori dasar hukum Internasional, terutama mengenai kedaulatan sebuah negara dan mengenai wilayah maritim (maritime zone) sebuah negara serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang ada di masing-masing wilayah tersebut. Namun sesungguhnya perlu dipahami permasalahan sebenarnya yang ada dalam masalah ini. Masalah politik kah? Ekonomi kah? Atau hanya keisengan pihak Malaysia untuk mengusik NKRI?
Kedaulatan merupakan sebuah kekuasaan tertinggi sebuah negara yang dipostulasikan. Kekuasaan ini tidak dapat diganggu-gugat oleh pihak lain. Teori kedaulatan ini apabila diimplementasikan kepada sebuah negara, maka dapat dikatakan merupakan kekuasaan tertinggi sebuah negara dalam mengatur negaranya sendiri. Kekuasaan tertinggi tersebut tidak dapat diganggu-gugat, diintervensi, atau diatur-atur oleh negara lain. Ingat, bahwa kedaulatan ini adalah mutlak. Hal yang lekat hubungannya dengan kedaulatan adalah jurisdiksi. Jurisdiksi inilah yang menjadi ‘batas’ dari sebuah negara dalam menjalankan kedaulatannya. Di darat, negara memiliki kedaulatan dan jurisdiksi penuh di atasnya. Apapun yang terjadi di atas tanah suatu negara, maka hal tersebut akan menjadi wewenang dan hak dari negara tersebut. Di udara negara juga memiliki kedaulatan dan jurisdiksi. Jurisdiksi sebuah negara di udara adalah mengikuti batas dari wilayah daratnya. Namun demikian, tidak terdapat batas yang jelas seberapa tinggikah jurisdiksi negara di udara. Hal ini karena batas udara dan angkasa sangat tipis. Kemudian di wilayah perairan, negara juga memiiki kedaulatan dan jurisdiksi. Namun tidak di seluruh wilayah perairan sebuah negara memiliki kedaulatan dan jurisdiksi. Hanya pada beberapa wilayah saja negara memiliki kedaulatan dan jurisdiksi penuh. Lainnya negara hanya memiliki jurisdiksi dan hak berdaulat. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa hanya di darat lah kedaulatan dan jurisdiksi mutlak atau penuh dimiliki oleh sebuah negara. Dalam kasus Ambalat ini kemudian muncul sebuah pertanyaan, apakah wilayah Ambalat ini merupakan wilayah kedaulatan Indonesia sehingga Indonesia dapat bertindak semaunya di sana? Ataukah kita hanya memiliki hak berdaulat di sana ?
Pertanyaan ini akan dapat dijawab dengan memperhatikan zona maritim tempat Ambalat berada.
Zona maritim sendiri terdiri dari beberapa zona. Mulai dari perairan pedalaman (internal waters), laut teritorial (territorial sea), zona tambahan (contiguous zone), zona ekonomi eksklusif/ZEE (economy exclusive zone), landas kontinen (continental shelf), laut lepas (high seas), dan yang paling unik adalah perairan kepulauan (archipelagic waters).
Pada zona-zona tersebut terdapat hak, kewajiban, dan wewenang yang berbeda satu dengan yang lainnya. Yang harus diperhatikan di sini adalah mengenai zona manakah yang terdapat kedaulatan dan jurisdiksi ‘penuh’ di dalamnya. Hanya perairan pedalaman, laut teritorial, dan perairan kepulauan sajalah zona di mana sebuah negara memiliki kedaulatan penuh. Ini pun dengan beberapa pengecualian seperti adanya innocent passage di laut teritorial, adanya Alur Laut Kepulauan dan transit passage di perairan kepulauan, dan kewajiban untuk memperbolehkan kapal yang mengalami overmacht untuk memasuki zona perairan pedalaman. Lalu termasuk zona manakah Ambalat ini?
Ada dua pendapat yang berbeda mengenai hal ini. Pendapat yang pertama menggolongkan Ambalat sebagai zona landas kontinen. Namun pendapat yang kedua menyatakan bahwa Ambalat termasuk ke dalam wilayah perairan pedalaman. Kedua pendapat tersebut memiliki konsekuensi yuridis yang berbeda. Pada pendapat yang pertama, konsekuensi yuridisnya adalah bahwa Indonesia tidak memiliki kedaulatan penuh atas zona tersebut. Meskipun asing harus meminta izin untuk mengusahakan wilayah tersebut, namun asing dapat melewati daerah tersebut dengan bebas selama wilayah tersebut bukan laut teritorial ataupun perairan kepulauan. Dengan demikian, tindakan TLDM dapat dibenarkan secara yuridis meskipun tidak elit secara politis. Pendapat yang kedua memiliki konsekuensi yuridis bahwa dengan termasuknya Ambalat dalam perairan kepulauan NKRI, maka negara manapun tidak bisa dengan serta merta melewati wilayah tersebut. Apabila asing ingin melewati perairan kepulauan, mereka hanya bisa melewati Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang tersedia dan tidak bisa sembarangan.
Lalu bagaimanakah ketegasan mengenai posisi dari Ambalat ini sebenarnya? Dan masuk dalam zona apakah Ambalat ini ?
Yang perlu dipahami di sini adalah bahwa blok Ambalat adalah sebuah wilayah, sebuah daerah yang berada di dasar laut. Dengan demikian, Ambalat secara nyata termasuk dalam rezim landas kontinen. Posisi Ambalat yang dekat dengan Pulau Kalimantan menjadikannya masuk akal dibandingka klaim Malaysia bahwa Ambalat merupakan landas kontinen dari Malaysia. Bahwa Indonesia juga menganggap bahwa Ambalat juga berada dalam wilayah dan rezim perairan kepulauan, juga dapat dibenarkan karena Ambalat berada di bagian dalam dari garis batas kepulauan (archipelagic baseline) yang ditarik oleh Indonesia. Sehingga di sini terdapat dua klaim yang berbeda dari masing-masing negara.
Malaysia mendasarkan klaimnya bahwa Ambalat merupakan perpanjangan alami dari daratan Malaysia, dengan demikian Ambalat adalah bagian dari landas kontinen mereka. Klaim ini didasarkan pada adanya Pulau Sipadan dan Ligitan yang dijadikan sebagai titik batas penentuan wilayah Ambalat. Namun dalam hal ini, Prof. Dr. Hasyim Djalal menyatakan bahwa klaim tersebut lemah. Hal ini karena Pulau Sipadan dan Ligitan berada sangat jauh dari Sabah, dan bahwa ukuran kedua pulau tersebut sangat kecil dan insignifikan sehingga tidak mungkin memiliki wilayah laut sendiri. Dengan demikian, Malaysia, sebagai negara pantai (coastal state) biasa, hanya dapat menarik garis batas dari wilayah pesisir pantainya saja yang mana letaknya sangat jauh dari wilayah Ambalat. Sedangkan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) dapat menarik garis batas dari titik-titik terlua wilayahnya dan tidak terbatas pada pulau-pulau besar saja. Dari penarikan garis tersebut, Ambalat masuk dalam perairan kepulauan Indonesia.
Lalu permasalahan timbul ketika kapal perang TLDM memasuki wilayah Ambalat. Apabila tidak disikapi secara tegas, maka kita dapat kehilangan wilayah Ambalat secara tidak sadar. Mengapa demikian? Karena penempatan kapal perang dalam wilayah laut dapat dijadikan sebuah tanda bahwa negara tersebut mengusai wilayah tersebut. Dengan Malaysia menempatkan kapal perangnya di sana, mereka ingin menyatakan bahwa Ambalat adalah milik mereka. Tindakan Malaysia ini tidak dapat dibenarkan karena dua hal. Hal yang pertama adalah karena kapal tersebut telah memasuki perairan Indonesia sejauh 7 mil laut, hal ini dapat mengganggu kedaulatan Indonesia. Hal yang kedua adalah tindakan tersebut dapat diartikan sebagai tindakan provokatif. Dikatakan sebagai tindakan provokatif karena sesungguhnya wilayah ini masih dalam sengketa dan belum ditemukan jalan keluarnya. Dengan Malaysia menempatkan kapal perangnya di sana, maka mereka secara implisit telah melanggar status quo yang ada di wilayah tersebut. Dan hal tersebut tidak lah etis.
Tindakan mengirimkan kapal perang yang dilakukan Malaysia untuk menunjukkan bahwa mereka berkuasa atas wilayah tersebut sebenarnya sudah telat. Memang betul salah satu cara menunjukkan bahwa negara memiliki kuasa atas wilayah laut adalah dengan mengirimkan kapal perang mereka untuk berpatroli di wilayah tersebut. Namun salah satu cara lain adalah dengan mengusahakan atau melakukan kegiatan di wilayah tersebut. Indonesia sudah melakukan usaha di blok Ambalat sejak tahun 1999, yaitu dengan memberikan izin kepada ENI, perusahaan minyak asal Italia, untuk mengelolanya. Pada tahun 2004 pun Indonesia memberikan izin kepada Unocal Indonesia Ventures Ltd asal Amerika untuk mengelola blok Ambalat Timur. Namun, ketika pada tahun 2005 Malaysia memberikan konsesi minyak kepada Shell, perusahaan minyak milik Inggris-Belanda, untuk melakukan kegiatan di sana, terjadilah tumpang tindih jurisdiksi antara Indonesia dan Malaysia pada wilayah Ambalat. Sampai sekarang pun wilayah tersebut masih dalam sengketa.
Kemudian kita pun bertanya, mengapa wilayah ini dipersengketakan oleh kedua negara? Ternyata pada blok Ambalat ini terdapat kandungan minyak dan gas (migas) yang tidak sedikit. Menurut data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, wilayah blok ambalat ini diperkirakan memiliki kandungan minyak mencapai 700 juta hingga 1 miliar barel, sementara kandungan gasnya diperkirakan lebih dari 40 Triliun kaki kubik. Suatu jumlah yang masih cukup untuk 30 tahun lagi. Tidak heran apabila wilayah ini begitu dipersengketakan oleh kedua negara. Namun apakah bila dalam wilayah tersebut tidak terdapat kandungan migas maka kita akan membiarkan Malaysia mengambil blok Ambalat? Jawabannya adalah TIDAK!! Jangan pernah kita membiarkan wilayah kita hilang atau diambil oleh asing barang secuilpun!
Namun demikian, jangan pula kita berindak anarkis demi mempertahankan kedaulatan NKRI. Diplomasi masih menjadi sarana yang tepat untuk menyelesaikan sengketa ini. Tidak perlu ada perang. Karena harus diakui, Indonesia dan Malaysia adalah saudara. Saran dan kritikan terus mengalir mengenai kasus ini, termasuk kelola bersama wilayah blok Ambalat oleh Indonesia dan Malaysia. Namun kesuksesan kita dalam perkara Timor Gap rasanya tidak perlu, dan tidak akan, terjadi dalam kasus Ambalat ini. Kita terlalu dirugikan apabila akan dilakukan kelola bersama. Yang paling rasional adalah kita tentukan batas wilayah Ambalat ini dengan Malaysia secepatnya, melalui jalur diplomasi yang tidak berlarut-larut, dan kita kelola sendiri-sendiri wilayah tersebut. Hal ini untuk menjaga kedaulatan dan kemandirian bangsa. Merdeka!!

No comments:

Post a Comment