Monday, 31 October 2011
Amerika Serikat: Si Cewek Cantik yang Rese'
Monday, 10 October 2011
Ngga Mau Pakai Jilbab!!!
Monday, 26 September 2011
Bukti Mental Ndableg Tak Lekang Oleh Waktu
Bravo.
=========================================================
maunya selalu memberantas kemiskinan
tapi ada yang selalu kuras uang rakyat
ada yang sok aksi buka mulut protas protes
tapi sayang mulutnya selalu beraroma alkohol
reff :
yang muda mabuk, yang tua korup 2x
korup terus, mabuk terus
jayalah negeri ini, jayalah negeri ini
(merdeka...!!)
maunya selalu menegakkan keadilan
tapi masih saja ada sisa hukum rimba
ada yang coba - coba sadarkan penguasa
tapi sayang yang coba sadarkan
sadar aja nggak pernah
setiap hari mabuk....
ngoceh soal politik
setiap hari korup
ngoceh soal krisis ekonomi
perut kekenyangan bahas soal kelaparan
kapitalis sejati malah ngomongin soal keadilan sosial
selalu monopoli!
ngoceh soal pemerataan
setiap hari tucau
ngoceh soal kebobrokan
Tuesday, 13 September 2011
Here's The Green Light. Go(?)
What should you do when the answer is as clear as an angel's heart? -should there be one.
What could be your reasoning -or rather, excuse- when the reason beacons brighter than Vin Diesel's bald head?
You do. You answer. You reason.
You act.
Monday, 12 September 2011
The Land of the Free. The Home of the Prihatin.
Friday, 2 September 2011
Selamat Lebaran. Semoga Berkah.
Tuesday, 26 July 2011
Ketika Goresan Ide Bersuara
Aku terbangun dengan ratusan kata mengerubungi benak. Kata-kata yang tersambung, ide-ide yang beriring. Semua karena ratusan kata yang kulahap beberapa hari terakhir.
Kini kata-kata tak berhenti mengalir dari otakku. Mereka ingin dirangkai. Mereka ingin dipersatukan. Mereka ingin bercerita.
Ya. Kata-kata itu ingin bercerita.
Kata-kata itu ingin dianggap layaknya makhluk hidup. Karena sejatinya, ia pun makhluk. Ciptaan. Ia pun hidup. Dalam tiap imaji.
Ketika kata-kata itu ingin bercerita, aku tak kuasa. Kusebar saja kata-kata tanpa makna.
Selama kata-kata itu bercerita.
Saturday, 2 July 2011
Quo Vadis Diplomasi Indonesia
Zero enemies, a thousand friends. Pernah dengar ungkapan itu? Ungkapan itu pernah dinyatakan oleh presiden SBY sebagai pandangan kita dalam berpolitik di dunia internasional. Pernyataan tersebut dianggap oleh beberapa kritikus sebagai pandangan yang tidak jelas, ditambah dengan kegemaran kita untuk menyatakan diri sebagai negara netral –terutama sebagai anggota Negara-Negara Non Blok-, pandangan tersebut semakin menegaskan konsistensi Indonesia sebagai negara ‘pengecut’. Namun, benarkah Indonesia adalah negara pengecut?
Dulu Indonesia dikenal sebagai salah satu macan Asia. Dulu, semasa presiden Soekarno, Indonesia sangat tegas dalam mengemukakan pendapatnya dalam pergaulan internasional. Mulai dari konfrontasi dengan Malaysia, memutuskan keluar dari PBB, hingga mengatakan ‘go to hell with your aid’ kepada Amerika Serikat. Ya, dulu Indonesia adalah negara yang garang. Tapi sekarang Indonesia tidak lebih dari sebuah kura-kura yang berjalan lamban sebagai sebuah negara, termasuk dalam hal diplomasi. Indonesia pun terkadang ragu-ragu untuk bertindak. Persis seperti kura-kura, yang terkadang tidak berani keluar dari cangkangnya.
Dengan kebijakan luar negeri yang ‘Bebas Aktif’, Indonesia berharap untuk dapat berperan serta dalam dunia internasional tanpa perlu memihak kepada pihak-pihak tertentu. Kebijakan ini sering dikritik karena menunjukkan ketidak beranian Indonesia untuk memihak. Tidak dipungkiri lagi, dalam dunia internasional terdapat kubu-kubu yang terpolarisasi antara Amerika Serikat-Eropa dengan Cina dan antek-anteknya. Namun apa salahnya apabila Indonesia ingin aktif dalam dunia internasional tanpa berpihak? Bukankah dengan menyatakan kita di tengah sudah menyatakan bahwa Indonesia berpihak ke ‘jalan tengah’?
Yang harus dikritisi di sini bukan lah ketidak mampuan, atau tepatnya ketidak mauan, Indonesia untuk berpihak. Yang harus dikritisi adalah ketidak mampuan Indonesia untuk menunjukkan bahwa kita adalah negara yang besar. Berkali-kali saya mendengar, tentunya ini keluar dari WNI sendiri, bahwa Indonesia adalah negara yang besar. Betul. Dalam hal luas wilayah dan jumlah penduduk, Indonesia adalah negara yang besar. Namun apakah benar kita adalah negara, atau bangsa, besar yang dihormati oleh negara-negara lain? Mari kita lihat beberapa contoh yang sudah ada.
Beberapa hari terakhir kita dikejutkan dengan pemberitaan adanya TKW kita yang dihukum pancung oleh pemerintah Arab Saudi. Pemerintah menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui bahwa TKW tersebut akan dieksekusi pada waktu yang ditentukan. Shame on them. Seharusnya pemerintah melakukan penyelidikan yang lebih baik lagi mengenai hal itu. Menlu Natalegawa akhirnya menyatakan bahwa pemerintah menyatakan permintaan maaf melalui Duta Besarnya di Indonesia. Berita yang langsung dibantah oleh Duta Besar yang bersangkutan. Pemerintah menipu? Mungkin saja. Pemerintah kemudian menyatakan akan menjalankan moratorium TKI ke Arab Saudi bulan Agustus. Kabar terkahir yang saya dengar, pihak Arab Saudi menyatakan mereka akan melaksanakan moratorium tersebut pada bulan Juli. Ironis. Pemerintah Indonesia tidak dipandang sama sekali oleh Arab Saudi. Seakan Indonesia tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka.
Dalam kasus ekspor sapi Australia pun DPR menginginkan, kalau tidak dapat disebut memohon, agar ekspor tersebut dicabut. Meskipun Faisal Basri sudah menyatakan kita dapat mengimpor sapi dari negara lain, toh kita masih berharap ada sapi dari Australia.
Lalu siapa yang tidak ingat kasus perompak Somalia? Berapa lama waktu yang harus dihabiskan ABK kita dalam kekangan para perompak? Padahal, Malaysia dan Korea Selatan dapat menyelesaikan masalah yang sama dengan sangat cepat dan tanpa korban jiwa. Indonesia? Berkompromi dengan penjahat. Pantas saja negara ini banyak penjahatnya, ternyata pemerintah kita doyan berkompromi dengan penjahat.
Contoh terakhir, mengenai pengambilan wilayah kita oleh negara lain. Lupakan kasus Sipadan & Ligitan, itu karena kebodohan kita sendiri tidak bisa mengusahakan pulau-pulau sendiri. Kasus yang lebih memalukan adalah adanya pemindahan patok yang dilakukan oleh Timor Leste di perbatasan. Lihat pelakunya, Timor Leste!!! Kalau kita bisa dikangkangi oleh negara kecil macam Timor Leste, bayangkan apa yang Amerika Serikat dapat lakukan kepada kita.
Bagi saya, permasalahan diplomasi Indonesia bukan disebabkan oleh kebijakan luar negeri atau pandangan politik luar negeri yang dimiliki Indonesia. Permasalahannya lebih besar dari itu. Masalah ini masih menjadi permasalahan kita sebagai satu bangsa. Yaitu masih berkembangnya mental terjajah diantara warga.
Kebanyakan dari warga Indonesia masih memandang rendah diri sendiri, bahkan negara sendiri, dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama Amerika Serikat dan Eropa. Perlakuan berlebihan kita terhadap ekspat yang ada di sini pun makin menunjukkan kita masih menganut mental inlaander yang kronis sekaligus akut. Masih adanya mental inlaander itu yang akan terus menghambat kita untuk terus maju sebagai sebuah bangsa.
Masalah ini adalah masalah kita bersama, kawan. Kita harus terus mengembangkan diri kita sendiri dan harus memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Apabila berurusan dengan masalah dalam negeri, kita harus terus kritik pemerintah agar kinerjanya tetap terjaga. Namun apabila kita berurusan dengan negara lain, maka ungkapan right or wrong, it’s my country harus terus kita pegang.
Jangan sampai harga diri kita diinjak-injak oleh londo-londo yang sebenarnya hanya berbeda warna kulit dari kita. Kita harus sadar bahwa kita adalah bangsa yang besar. Kita memiliki tanggung jawab yang besar untuk berperan aktif dan melakukan perubahan di dunia internasional. Namun jangan sampai terjebak dengan chauvinisme berlebihan. We don’t need another USA in this world.
We are the change that Indonesia needs. Be that change. Let’s make a better, a more respectable Indonesia for us, for our children, and for our children’s children.
Friday, 17 June 2011
Pentingnya Seorang Follower
Siapa yang pernah ikut workshop atau seminar soal kepemimpinan? Gue yakin sebagian besar dari kita pernah ikut, atau paling tidak, mendengar soal workshop dan seminar kepemimpinan.
Negara kita pun katanya lagi krisis kepemimpinan. Betul? Yah, bisa diperdebatkan lah.
Tapi pernah ga kalian berpikir kalo kepemimpinan, atau pemimpin for that matter, terlalu over rated? Dulu, gue berpikir kalo sebuah kelompok, organisasi, atau kumpulan sekalipun akan berjalan dengan baik kalo pemimpinnya bagus. Oke, teamwork memang penting, tapi kalo pemimpin ga bisa mengkondisikan suasana kerja yang nyaman dan menyenangkan, jangan harap bisa menghasilkan teamwork yang baik.
Wednesday, 15 June 2011
Blatant If You May. Apologise, You Shall Do.... Not!!!
Selasa malam, gue membuat suatu kesalahan. Begitu lah kata beberapa orang. Gue menulis UNiversitas PAsti Doktor untuk merujuk kepada UNPAD (Universitas Padjadjaran) di Twitter. 'Salahnya', gue nulis itu bukan di akun pribadi gue, tapi di akun bareng-bareng. Gue juga mempertanyakan sih, itu aku masih bareng-bareng atau ngga. Karena ternyata gue doang yang aktif posting di sana. Well anyway, tindakan itu mengundang kritik, bahkan cacian dari beberapa orang Unpad yang follow akun itu. Ada yang minta gue minta maaf. Harus kah gue minta maaf?
Terus terang, gue males nanggepin segerombolan orang-orang sensitif yang -menurut @HukumYeah- Esprit de Corps-nya terlalu tinggi. Bahkan lebay menurut gue. Kalo ada yang mau hina-hina UI atau SMA gue, gue ga masalah. Akan gue ikutin aja mereka. Toh UI pun ga bagus-bagus amat. Walaupun gue udah bilang itu tanggapan bercandaan terhadap tweet @HukumYeah, masiiiiiiihhh aja ada yang mbacot.
Akhirnya, gue minta maaf. But I won't go down that easily. I had to pinch those sorry asses, even for a little bit. My dear friend Fina said that while I'm underestimating them, I'm also making myself look big. In her Twitter account she also mentioned something about disrespecting others and something (I won't dare reckon that was for me :p). But honestly, I wasn't underestimating them. Nope, I'm simply stating a fact.
I'm stating a fact that not all Indonesians can accept blatant comedy. Hell, not all Indonesian can be verbally blatant or addressed blatantly. Most Indonesians are, if I may use the terms, 'sensi' and easily react 'lebay'-ey. Most Indonesians are blinded by the concept of 'toto kromo' and what-not, that sometimes they look stupid. Shielding behind the rusted concept and picking on those who dare speak -or in my case, joke- blatantly.
I despise stupidity. Really. I'm not saying that I'm the smartest lad in the universe, no. I just hate stupidity, and hence, I hate stupid people. I despise the gobloks more than the maleses. Even more, I despise sensi and lebay people the most. Can't they just have a good time and enjoy laughing at other people and -okay, not every person can do this- themselves?
I will not, I emphasise, I will not apologise for others lack in sense of humor or reference. If you want to argue with me, you better come up with good arguments. I will gladly admit my err if the argument can not be rebutted. Otherwise, your words will be in the bottom of my Trash icon. Then emptied.
As The Joker in The Dark Knight puts it, why so serious? Or rather, why so stupid?
Monday, 13 June 2011
Sunday, 5 June 2011
A Plan Is Nothing. Planning Is Everything.
Thursday, 2 June 2011
Love? Bullshit...
It's just one time too many.
Monday, 9 May 2011
Terima Kasih, Pandji Pragiwaksono
Tuesday, 26 April 2011
A New Design. A New Method. Old Ideas.
Wednesday, 13 April 2011
About My Passion
Monday, 7 March 2011
Life's Moving. Are You?
Deponeering dan Gugatan TUN
Oleh: Dhief Ramadhani
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) kembali membuat sensasi. Kali ini sensasi tersebut dibuat oleh Komisi III DPR yang membawahi bidang hukum. Sensasi ini bermula ketika DPR mengundang Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk hadir dalam rapat dengan Tim Pengawas Kasus Century pada hari Senin tanggal 1 Februari 2011. Dalam rapat itu Komisi III DPR mempermasalahkan kehadiran dua orang anggota Pimpinan KPK yaitu Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto.
Di internal Komisi III DPR terdapat pendapat yang berbeda. Ada yang berpendapat Bibit-Chandra tidak boleh ikut dalam rapat karena masih berstatus tersangka. Sementara di sisi lain ada pula anggota Dewan yang berpendapat Chandra-Bibit bukan lagi tersangka karena Jaksa Agung telah mengeluarkan deeponering terhadap kasus yang melibatkan Chandra-Bibit. Akhirnya Komisi III DPR memutuskan bahwa mereka menolak kehadiran Chandra-Bibit dalam rapat tersebut.
Tulisan ini dibuat bukan untuk membahas mengenai status Chandra-Bibit. Melainkan mengenai hubungan keputusan deeponering dengan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Setelah kejadian di Komisi III tersebut, muncul beberapa pertanyaan saat Penulis berdiskusi dengan beberapa orang kawan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah Jaksa Agung merupakan Pejabat Tata Usaha Negara? Apakah keputusan Jaksa Agung terkait deeponering dapat digugat ke PTUN? Jika ya, siapakah yang kemudian berhak mengajukan gugatan ke PTUN terkait keputusan deeponering tersebut?
Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan salah satu lingkup peradilan di bawah Mahkamah Agung. Pengaturan mengenai PTUN terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan kemudian diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009. Berdasarkan ketiga undang-undang tersebut, ada beberapa definisi yang perlu diketahui terlebih dahulu. Beberapa definisi tersebut adalah:
- Tata Usaha Negara (TUN) adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
- Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
- Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan ketentuan UU pula, definisi mengenai Keputusan Tata Usaha Negara (Keputusan TUN) kemudian dibatasi sehingga tidak semua penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN dapat disengketakan atau digugat ke PTUN. Salah satu pengecualian tersebut adalah:
“Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
Sebagaimana telah diuraikan di awal, bahwa tulisan ini dibuat untuk membahas mengenai kemungkinan menggugat keputusan Jaksa Agung mengenai deeponering untuk digugat ke PTUN. Deeponering adalah salah satu kewenangan yang dimiliki Jaksa Agung untuk mengenyampingkan perkara demi kepentingan umum. Kewenangan ini berdasarkan ketentuan Pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Jaksa Agung sendiri adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan.
Kejaksaan merupakan lembaga yang unik. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia menyatakan bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan. Posisi Kejaksaan kemudian menjadi unik karena meskipun berstatus sebagai lembaga Pemerintahan, namun wewenang Kejaksaan adalah termasuk dalam bidang yudikatif. Wewenang utama Kejaksaan adalah melakukan penyidikan dan penuntutan, yang notabene merupakan bagian dari alur penyelesaian sengketa di pengadilan (kekuasaan yudikatif).
Posisi yang unik ini membuat Jaksa Agung sebagai pimpinan Kejaksaan memainkan dua peranan, yaitu sebagai Pejabat TUN dan juga sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman (yudisial). Jaksa Agung dapat dikatakan sebagai Pejabat TUN karena berdasarkan definisi dalam UU PTUN, Pejabat TUN adalah pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan. UU Kejaksaan sendiri menyatakan bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan, sehingga Jaksa Agung dapat disebut sebagai Pejabat TUN karena melaksanakan urusan pemerintahan.
Akibatnya keputusan yang dikeluarkan Jaksa Agung pun juga dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu keputusan yang bersifat administratif dan keputusan yang bersifat yudisial. Keputusan yang bersifat administratif adalah ketika Jaksa Agung mengeluarkan keputusan yang termasuk dalam lingkup administrasi negara, seperti dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Jaksa. Sedangkan Keputusan Jaksa Agung yang bersifat yudisial adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung dalam hal pelaksanaan kewajiban dan wewenang Kejaksaan, seperti penyidikan, penuntutan, dan juga deeponering.
Berdasarkan uraian di atas, Penulis berpendapat bahwa deeponering tidak dapat digugat ke PTUN karena keputusan Jaksa Agung perihal pengenyampingan perkara demi kepentingan umum (deeponering) merupakan keputusan yang dikeluarkan untuk menjalankan wewenang Jaksa Agung di bidang yudisial, bukan di bidang administrasi negara. Jika semua keputusan Jaksa Agung dikategorikan sebagai Keputusan TUN dan dapat digugat ke PTUN, maka berarti keputusan Jaksa yang menentukan berkas suatu perkara telah lengkap (lebih dikenal dengan istilah P-21) seharusnya juga dapat digugat ke PTUN. Hal ini tidak sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku di Indonesia.
Dengan demikian Penulis berkesimpulan bahwa keputusan Jaksa Agung perihal deeponering tidak dapat diajukan gugatan ke PTUN karena dua alasan:
1. Keputusan Jaksa Agung mengenai deeponering adalah keputusan Jaksa Agung di bidang yudisial dalam hal pelaksanaan kewenangan Kejaksaan untuk melakukan atau tidak melakukan penuntutan terhadap suatu perkara.
2. UU PTUN sendiri telah membatasi Keputusan TUN yang tidak dapat diajukan gugatan ke PTUN, dan Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana adalah termasuk Keputusan TUN yang tidak dapat digugat ke PTUN karena merupakan keputusan yang bersifat hukum pidana.
Sunday, 16 January 2011
Hello, I'm Ted Mosby
Gue suka heran sama orang-orang yang baru keranjingan sama How I Met Your Mother (HIMYM) akhir-akhir ini. Serial itu kan udah ada dari 5-6 tahun yang lalu, kenapa baru hype-nya sekarang? Tapi bukan itu sih inti posting ini. Di HIMYM, ada satu karakter yang namanya Ted Mosby. Kata beberapa temen cewek gue yang cukup deket sama gue, gue sangat mirip sama Ted. Bukan mukanya, tapi kelakuannya. Wabilkhusus, perasaannya soal relationship sama pasangan.
To be frank, karakter Ted sebenernya ga unik-unik amat. Dia tipe orang sophisticated yang doyan sama ilmu dan ga takut untuk nunjukin kalo dia ‘berilmu’. Dia juga suka hal-hal yang ‘tinggi’, sesuatu yang sering dicela sama temen-temennya sendiri karena kata mereka Ted terlalu high maintenance. Karena sifatnya yang suka sama hal-hal tinggi itu, Ted pernah ngerasa kalo dia ga nyambung sama temen-temennya sendiri. Sifat-sifat Ted di atas juga gue rasain, gue juga sering ngerasa kalo gue beda kelas sama temen-temen gue karena gue suka hal-hal yang….. kelas tinggi :p Tapi ini mulai berubah sejak gue kenal sama Pangeran Siahaan. Intellectually and philosophically, we are on the same level. Or maybe he’s a bit higher than I am. Who cares, I’ve finally met my match *ehem*
Dari sekian banyak sifat Ted yang sama kayak gue, ada satu yang bikin gue iri. Ted itu super romantis. Sedangkan gue, walaupun juga suka hal-hal romantis, ga bisa nunjukin itu. Itulah kenapa pasangan-pasangan gue yang terdahulu ngomel karena gue bukan tipe cowok romantis. But believe me ladies, Naufal is a very romantic kisser and lover hehehe…
Nah, sifat Ted yang temen-temen cewek gue bilang sama kayak yang gue punya adalah sifat yang percaya sama kesucian cinta (okay, I know that that term is super cheesy). Gue percaya kalo emang ada seseorang yang akan jadi cinta sejati gue. Seseorang yang bisa ngelengkapin gue, yang bisa nerima gue apa adanya dan begitu juga sebaliknya. Seseorang yang akan jadi ibu dari anak-anak gue, dan yang akan jadi partner gue dalam hidup. In bitter or sweet. Gue bener-bener terbuai sama konsep cinta itu, sampe-sampe kadang gue suka ga mikir realistis. Tapi ayo lah, masa’ lo ga pernah ngerasa segitu yakinnya sama seseorang yang lo kenal kalo he/she is the one for you? Paling ngga untuk pacaran lah. Gue sih lagi ngerasain hal itu sekarang *ehem*
Kalo dipikir-pikir lagi, ada lagi sifat Ted yang bikin gue super iri. Buat yang pernah nonton HIMYM dari musim pertama, inget ga segitu jumpalitannya Ted negejer Robin sampe Robin akhirnya mau untuk jadi pacar dia? Sebagai cowok aja gue ngerasa itu sweet banget, apalagi cewek. Atau segitu jumpalitannya Ted untuk yakinin Stella kalo dia bener-bener serius sama Stella, sampe bela-belain bikin kencan kilat 2 menit (CMIIW) yang super sweet. Sampe sekarang, gue baru sekali segitunya ngejer cewek sampe usaha setengah mati. Bodohnya, gue ngelakuin hal itu ke cewek yang gue ga ngerasa yakin banget, walaupun akhirnya jadi pacar juga. Lain dari itu, gue terlalu pengecut untuk bener-bener usaha sama cewek yang gue suka. Mungkin karena gue terlalu takut. Atau karena ceweknya juga udah ngerasa muak sama gue. Tapi bukannya dulu Robin sama Stella juga udah kekeuh ga mau sama Ted?
Semakin ke sini, gue makin takut untuk berjuang buat cewek yang gue suka. Dan sialnya gue, justru cewek-cewek yang gue bener-bener suka malah yang menolak gue mati-matian. Sinyal buat gue untuk berusaha lebih keras? Kayaknya ngga. Gue pun malu untuk mengakui gue mirip sama Ted Mosby, karena takut untuk berjuang buat cewek yang gue suka. Mungkin secara mental, gue lebih mirip Barney. Sok kuat di luar, padahal di dalem rapuh dan takut disakitin sama cewek.
Saturday, 15 January 2011
Over and Out
Semalam gue nonton serial How I Met Your Mother musim keenam. Di salah satu episode yang gue tonton, ada satu kejadian saat Robin disuruh menghapus salah satu nomor di daftar kontak telefon genggamnya oleh Lily. Nomor itu adalah nomor kontak Don, mantan pacar Robin. Ternyata Robin masih nyimpen perasaan terhadap Don karena dia belum dapet closure sejak mereka putus. Awalnya, Robin ga mau hapus nomor itu, wajar sih karena dia masih nyimpen perasaan (atau penasaran) ke Don. Tapi di akhir episode itu, Robin akhirnya bisa lupa sama Don. Nomor kontaknya pun diapus sama Robin. Setelah nonton episode itu, gue pun melakukan hal yang ngga gue kira bakal gue lakukan. Gue hapus nomor kontak dia dari telefon genggam gue.