“Sebelum jilbabin muka, mending gue jilbabin hati gue dulu.”
“Ih, dasar cewek jilbab muna’. Masa’ jilbaban tapi masih
pacaran?!”
“Make jilbab kok bajunya ketat? Mending ga pake jilbab
sekalian”
“Pake jilbab kok kelakuan sama omongannya masih jelek sih?!”
“Gue pake jilbabnya nanti deh, belum dapat ilhamnya nih”
Harap dicatat, kesaksian-kesaksian -pemakaian ‘bullshit’ terpaksa disubstitusi karena
dirasa terlalu jujur- di atas lebih banyak disumbangkan oleh para wanita yang
tidak memakai jilbab.
Sense the irony?
Setahu saya, perintah pemakaian jilbab bukan eksklusif bagi
mereka yang sudah mendapatkan pencerahan. Sepanjang yang saya dengar, pemakaian
jilbab tidak melulu untuk mereka yang lembut tutur kata dan gemulai
perbuatannya. Saya yakin, perintah pemakaian jilbab dalam kitab suci tidak
mensyaratkan apa-apa. Perintahnya jelas: tutup auratmu.
Bahwa kemudian banyak pemikir yang menginterpretasikan
perintah tersebut dengan bermacam dalil, bukan itu yang hendak diangkat.
Saya ingin mengangkat fakta sederhana bahwa ternyata yang
digunjingkan bisa jadi lebih terhormat daripada Sang Penggunjing. Bahwa ada
orang munafik teriak munafik, dengan lantang dan bangga. Bahwa Si Terdakwa telah
dinyatakan bersalah oleh Pelanggar, karena telah menjadi seorang taat.
No comments:
Post a Comment