Friday 17 June 2011

Pentingnya Seorang Follower

Siapa yang pernah ikut workshop atau seminar soal kepemimpinan? Gue yakin sebagian besar dari kita pernah ikut, atau paling tidak, mendengar soal workshop dan seminar kepemimpinan.

Negara kita pun katanya lagi krisis kepemimpinan. Betul? Yah, bisa diperdebatkan lah.

Tapi pernah ga kalian berpikir kalo kepemimpinan, atau pemimpin for that matter, terlalu over rated? Dulu, gue berpikir kalo sebuah kelompok, organisasi, atau kumpulan sekalipun akan berjalan dengan baik kalo pemimpinnya bagus. Oke, teamwork memang penting, tapi kalo pemimpin ga bisa mengkondisikan suasana kerja yang nyaman dan menyenangkan, jangan harap bisa menghasilkan teamwork yang baik.

Tapi pemikiran gue di atas agak goyah sejak nonton salah satu video waktu menghadiri event TEDxUI. Video itu ga lama. Ga sampe 10 menit. Tapi maknanya dalem banget buat gue. Kenapa dalem?

Di video itu, speaker mencoba menjelaskan bahwa peran seorang pemimpin ternyata ga sebesar yang orang-orang kira. Peran terbesar adalah justru ada di pengikut (follower) pertama dari pemimpin itu. Karena follower itu, si pemimpin dengan idenya jadi ada pengikutnya. Karena ada pengikutnya, ide itu ga sekedar ide belaka, tapi udah jadi gerakan. Karena satu follower itu, orang-orang lain pun ikut dalam gerakan itu.

Jadi, di video itu ada seorang yang tiba-tiba aja joget-joget ga jelas di tengah kerumunan orang yang lagi piknik. Semua orang ngeliatin dia seolah-olah dia orang aneh. Sebuah anomali diantara orang-orang ‘normal’ yang ga joget. Tapi setelah itu ada satu orang yang ikut joget sama dia, bahkan jogetnya lebih seru dari dia. Kemudian ada satu orang lagi yang ikut joget. Lalu tambah lagi satu. Tambah tiga lagi. Tambah segerombolan. Dan bertambah lagi, dan bertambah lagi. Sampai mayoritas orang-orang yang ada di sana joget bareng-bareng.

Saat itu, siapa yang jadi anomali? Jelas yang jadi anomali sekarang adalah orang-orang yang ga ikut joget. Mereka seakan jadi outcast dari orang-orang yang asik goyang-goyangin badannya walaupun ga jelas gerakannya apa. Hebat ya orang yang joget pertama bisa narik segitu banyak orang? Nope. Justru yang hebat adalah follower yang pertama itu.

Karena follower yang pertama, ide bahwa joget-joget ga karuan di tengah kerumunan suddenly makes sense untuk orang lain. Karena itu pula, orang-orang pun berani untuk gabung sama mereka. Oke lah si ‘pemimpin’ punya ide pertama kali untuk mendadak joget di tengah kerumunan, tapi follower itu yang jadiin si ‘pemimpin’ itu ngga sekedar jadi orang-gila-yang-joget-joget-ga-jelas.

Inti dari video itu adalah: seorang pemimpin mungkin adalah orang yang punya ide untuk melakukan sesuatu, tapi transformasi ide itu untuk menjadi gerakan ga bisa dilakukan sendiri oleh si pemimpin itu. Pemimpin butuh pengikut yang mau ikut menjalankan ide yang dia punya. Sebuah ide akan tetap menjadi sebuah ide kalo ga dijalanin. Kalo menurut lo sebuah ide cukup baik untuk dijadikan gerakan, gabung lah dengan gerakan itu. Karena sebaik-baiknya sebuah ide, kalo ga ada yang ikut menggerakkan ide itu, akan selamanya jadi ide belaka.

You may not always be a leader that comes up with brilliant ideas. But you can always be that particular follower that triggers those brilliant ideas into brilliant movements.

Wednesday 15 June 2011

Blatant If You May. Apologise, You Shall Do.... Not!!!

If there's one thing I despise about Indonesia, is their lack of sense in 'good' humor. I despise it so much, it makes me wanna puke.

Selasa malam, gue membuat suatu kesalahan. Begitu lah kata beberapa orang. Gue menulis UNiversitas PAsti Doktor untuk merujuk kepada UNPAD (Universitas Padjadjaran) di Twitter. 'Salahnya', gue nulis itu bukan di akun pribadi gue, tapi di akun bareng-bareng. Gue juga mempertanyakan sih, itu aku masih bareng-bareng atau ngga. Karena ternyata gue doang yang aktif posting di sana. Well anyway, tindakan itu mengundang kritik, bahkan cacian dari beberapa orang Unpad yang follow akun itu. Ada yang minta gue minta maaf. Harus kah gue minta maaf?

Terus terang, gue males nanggepin segerombolan orang-orang sensitif yang -menurut @HukumYeah- Esprit de Corps-nya terlalu tinggi. Bahkan lebay menurut gue. Kalo ada yang mau hina-hina UI atau SMA gue, gue ga masalah. Akan gue ikutin aja mereka. Toh UI pun ga bagus-bagus amat. Walaupun gue udah bilang itu tanggapan bercandaan terhadap tweet @HukumYeah, masiiiiiiihhh aja ada yang mbacot.

Akhirnya, gue minta maaf. But I won't go down that easily. I had to pinch those sorry asses, even for a little bit. My dear friend Fina said that while I'm underestimating them, I'm also making myself look big. In her Twitter account she also mentioned something about disrespecting others and something (I won't dare reckon that was for me :p). But honestly, I wasn't underestimating them. Nope, I'm simply stating a fact.

I'm stating a fact that not all Indonesians can accept blatant comedy. Hell, not all Indonesian can be verbally blatant or addressed blatantly. Most Indonesians are, if I may use the terms, 'sensi' and easily react 'lebay'-ey. Most Indonesians are blinded by the concept of 'toto kromo' and what-not, that sometimes they look stupid. Shielding behind the rusted concept and picking on those who dare speak -or in my case, joke- blatantly.

I despise stupidity. Really. I'm not saying that I'm the smartest lad in the universe, no. I just hate stupidity, and hence, I hate stupid people. I despise the gobloks more than the maleses. Even more, I despise sensi and lebay people the most. Can't they just have a good time and enjoy laughing at other people and -okay, not every person can do this- themselves?

I will not, I emphasise, I will not apologise for others lack in sense of humor or reference. If you want to argue with me, you better come up with good arguments. I will gladly admit my err if the argument can not be rebutted. Otherwise, your words will be in the bottom of my Trash icon. Then emptied.

As The Joker in The Dark Knight puts it, why so serious? Or rather, why so stupid?

Monday 13 June 2011

Sunday 5 June 2011

A Plan Is Nothing. Planning Is Everything.

Puji Tuhan gue dikasih pacar yang sangat suportif.

Beberapa kali gue ceritain dia soal rencana-rencana besar, dan rencana trivial, gue dalam hidup. Mungkin sampe kupingnya panas. Gue cerita soal acara baru, soal konsep blog baru, soal konsep karakter Twitter baru, soal....... Ada deh, nanti gue ceritain lagi :D Tapi abis itu dia ngomong "Sayang, kayaknya kamu kebanyakan rencana deh. Kapan mau dikerjain lagi?" atau "Bagus sih, tapi jangan lupa kerjain skripsi kamu ya". JLEB!!!

Waktu mencalonkan diri jadi ketua BEM di kampus, guw ditanya sama salah satu pemilih potensial. "Naufal, lo konseptor atau orang lapangan?", gue jawab "Gue bisa dua-duanya dengan sama baik, tapi gue lebih tertantang kerja di lapangan". Jawaban dia bikin gue kaget. Dia bilang, "Ah yakin lo pekerja lapangan? Menurut gue, lo malah seorang konseptor. Liat aja ini ide-ide lo buat kampanye, menurut gue bagus. Program kerja yang lo tawarin juga lumayan. Gue kenal lo udah lama, gue tau lo konseptor bagus. Tapi, lo kebanyakan ide di otak lo. Gue ngga yakin lo bisa kerjain semuanya sendiri. Syukur-syukur ada yang bantuin lo, kalo ga ada? Saran gue sih, kerjain aja dulu pelan-pelan semua ide lo. Percuma punya banyak ide tapi ga ada yang terealisasi kan?"

Kayak kesamber petir di siang bolong, omongan dia bikin gue diem. Secara harafiah gue diem. Untuk beberapa menit, gue diem. Mikir. Trus orang itu tiba-tiba bilang "Tuh kan, baru dibilangin udah ngulangin kesalahan lagi. Lo kebanyakan mikir, kerjain dong!".

Terus terang, dari kejadian itu gue belum banyak berubah. Gue masih suka mikirin masalahnya dulu sebelum dikerjain. Karena pada dasarnya gue emang ga mau melakukan sesuatu kalo belom jelas keadaannya. Tapi, sekarang gue udah mulai bisa ambil keputusan-keputusan cepat dalam keadaan yang mepet.

Kalo ada satu hal yang gue pelajari dari bertahun-tahun berorganisasi di kampus, adalah: LO HARUS PUNYA INISIATIF TINGGI KALO MAU JADI PEMIMPIN.

Kalo lo ga punya inisiatif (plus instinct yang bagus :p), lo ga akan pernah bisa jadi pemimpin.

Selain inisiatif, lo harus punya perencanaan yang baik. Bukan rencana, perencanaan. Lo harus bertindak, ngga cuma dalam tahap pewacanaan aja.

A plan is nothing, because it will simply be a plan. But planning is everything, because it transforms into actions.

Thursday 2 June 2011

Love? Bullshit...

Why is it that everytime I open up myself to someone, I just end up getting hurt?

It's just one time too many.