Sebagai mahasiswa hukum (ya, gue masih mahasiswa. Jangan tanya udah semester berapa), gue terdidik untuk jadi seorang akademisi hukum. Paling ngga, kesan itu lah yang ada kalo lo belajar hukum di universitas tempat gue belajar. Sepanjang gue aktif jadi mahasiswa, pikiran gue adalah soal akademis murni. Ngga kebayang sama gue untuk melakukan sesuatu di luar hal yang berkaitan dengan akademis kalo soal hukum. Karena toh di kampus pun acara-acara yang ada semuanya dikemas secara kaku. Mau namanya workshop, mau namanya seminar, kesannya pasti kaku. Walaupun temanya bagus, tapi tetap aja penyampaiannya kaku. Gue pun terdogma untuk berpikir kalo gue ga bisa melakukan sesuatu untuk dunia hukum sebelum gue jadi sarjana hukum. Setelah gue mengenal Pandji, sebagian besar dari pikiran gue berubah.
Kalo lo udah ikutin Twitter-nya Pandji dari lama, dia selalu ngomong ada dua jenis anak muda: 1. Yang selalu menuntut perubahan. 2. Yang mencipatkan perubahan. Dengan didikan yang gue terima, gue menjadi mahasiswa yang bisanya cuma ngedumel, cuma bisa menuntut perubahan. Kalo pun menciptakan perubahan, paling yang kecil-kecil aja. Sekian lama bergaul dengan makhluk over-weight satu itu, gue terpikir untuk menciptakan sebuah perubahan yang lumayan signifikan. Gue pengen mengenalkan hukum ke orang-orang awam hukum, minimal yang mau belajar hukum itu apa.
Perjuangan gue dimulai dari Twitter. Dengan hashtag #Legal101 gue mulai ngejelasin ilmu hukum dasar. Banyak pro kontra di sini. Temen-temen gue yang dari fakultas hukum protes, gue dibilang sotoy. Mereka udah mumet sama pelajaran di dalem kelas, trus gue masih juga bahas itu di Twitter. Hasilnya, beberapa temen gue unfollow gue di Twitter. Di satu sisi gue ngerasa kesel, tapi setelah itu gue justru mikir gue harus punya wadah tersendiri kalo mau ngomongin hukum. Biarlah akun @NaufalFileindi jadi tempat gue menggalau ria tanpa dinodai omongan serius soal hukum. Jadi lah akun @Legal1O1 di Twitter.
Harus gue akuin, awal-awalnya gue masih bisa handle akun itu. Karena toh gue udah diajarin hampir semua cabang ilmu hukum di bangku kuliah. Tapi kemudia gue mulai keteteran karena followers @Legal1O1 makin banyak, tuntutan untuk nyeritain cabang ilmu hukum secara mendalam juga makin banyak. Akhirnya gue ngajak temen-temen gue di kampus untuk bantu gue. Ada mbak @kikikuik, @radianadi, @marrylane, @hbonan, dan @ranggalanang. Akhirnya, cuma sebagian dari kita aja yang masih aktif posting di akun @Legal1O1.
Gue ga merasa akun di Twitter cukup untuk nyebarin ilmu soal hukum. Gue pun berinisiatif untuk bikin blog khusus yang ngebahas soal hukum. Singkat kata, blog lexomnibus.wordpress.com gue bikin untuk mengakomodir pemikiran gue dan temen-temen lainnya untuk berbagi ilmu dan pengalaman di bidang hukum. Alhamdulillah, respon dari orang-orang lumayan.
Selain Twitter dan blog, gue udah mikirin cara lain untuk nyebarin ilmu gue. Karena ini passion gue, nyebarin ilmu yang gue punya ke orang lain. Syukur-syukur bisa berguna untuk orang lain.
Kalo ga ketemu Pandji, mungkin gue ga akan kepikiran untuk ngelakuin hal-hal yang udah gue sebut di atas. Pandji udah menggerakkan gue untuk ga cuma nuntut dan nunggu perubahan, tapi lebih baik menciptakan perubahan itu sendiri. Gue pun tertantang untuk melakukan sesuatu untuk dunia hukum sebelum gue menjadi sarjana hukum.
Sekian lama gue mikirin passion gue apa. Akhirnya gue bisa mendefinisikan passion gue sendiri. Sekarang, gue suka menyebut diri gue sebagai pembawa pesan, a messenger. Lebih khususnya, pembawa pesan untuk hukum. Dan untuk itu, cuma ada satu orang yang bisa gue kasih rasa terima kasih gue, Pandji Pragiwaksono.