Gue paling ngga suka sama cewek cantik, yang tau dirinya cantik. Banyak dideketin cowok, tapi sok jual mahal. Iya sih, dia memang unggul dibandingin cewek-cewek lainnya, tapi kalo udah jual mahal, apalagi bertindak sesuka dia, itu minus banget. Apalagi kalo dia tipe yang suka tebar pesona di mana-mana, tapi begitu mau ‘diikat’ tiba-tiba kabur entah ke mana.
Gue juga ngga suka sama cowok playboy. Tau kan? Tipe yang mengumbar komitmen ke semua cewek (atau cowok, kalo orientasinya ke sesama jenis), semua cewek diturutin. Yang bikin gemes lagi, itu cowok udah playboy, kaya, tapi masih bocah. Jadi kelakuannya pun kadang masih ga jelas.
Dalam hukum internasional, ada dua negara yang kelakuannya mirip (kalo ngga bisa dibilang persis) kayak Si Cewek-Cantik-Rese' dan Si Cowok-Playboy-Ababil. Si Cewek adalah Amerika Serikat, dan Si Cowok adalah Indonesia. Tentunya hal ini harus dimasukkan ke suatu konteks tertentu. Dalam hal ini, konteksnya adalah keterikatan mereka dalam perjanjian internasional, yang dianalogikan dengan komitmen cewek-cowok.
Salah satu sumber hukum internasional adalah perjanjian internasional. Bentuk perjanjian internasional ini beragam. Ada yang antar dua negara (bilateral), ada yang dibentuk dalam satu wilayah (regional, misal: ASEAN), dan ada juga yang dilakukan oleh banyak negara dalam satu waktu tertentu (multilateral). Nama perjanjian internasional pun banyak. Ada konvensi, statuta, komunike, dllsb.
Nah, untuk mengikatkan diri ke perjanjian internasional, lo harus melakukan sesuatu yang namanya ratifikasi. Dengan lo melakukan ratifikasi, lo menyerahkan sebagian kedaulatan lo untuk topik yang diatur dalam perjanjian internasional itu. Sama aja kayak pacaran. Waktu lo jomblo, lo kan bebas-bebas aja mau ngapain juga. Ngga akan ada yang ngelarang. Begitu lo udah pacaran, lo ngga akan sebebas kayak waktu lo jomblo karena sebagian kebebasan lo udah lo lepas untuk berkompromi sama pacar lo. (Untuk para lelaki, gue tau perasaan kalian gimana :D)
Kenapa gue bisa bilang AS itu cewek rese"? Karena pada waktu perjanjian internasional ini dibuat, terutama dalam perjanjian multilateral, AS itu bacotnya minta ampun. Ngatur ini, ngatur itu. Setuju sama A, menolak klausula B, abstain sama ketentuan C. Banyak banget nuntutnya. Tapi begitu waktunya untuk ratifikasi, mereka ga ratifikasi. (masukkan kata makian favorit anda di sini).
Dua contoh yang bisa gue kasih adalah waktu Konvensi Hukum Laut. AS banyak banget minta A B C, menolak rezim Negara Kepulauan, kasih masukan ini itu. Tapi mereka ga ratifikasi. Pas pembahasan Statuta Roma (perjanjian internasional yang melahirkan lembaga hukum internasional permanen pertama, International Criminal Court) pun sama aja. Mereka vokal banget. Tapi begitu udah waktunya ratifikasi, mereka ga mau ikutan. Bahkan mereka buat suatu perjanjian sendiri, yang intinya minta persetujuan negara-negara lain untuk ga bawa warga negara mereka ke ICC. Ini mereka lakukan karena mereka takut warga negara mereka bisa dikenain ketentuan soal kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kan banyak tuh tentara-tentara AS di negara lain, terutama negara-negara Timur Tengah. FYI, Indonesia juga ga ratifikasi Statuta Roma. Takut jenderal-jenderal kita pada dibawa ke ICC kali, ya :D
Nah, cukup labil kan si AS ini? Mentang-mentang dia kece, jadi suka seenaknya. Oke, sekarang kita omongin Indonesia, Si Cowok Playboy yang masih Bocah.
Kenapa gue bilang Indonesia Playboy? Ngga kayak AS, Indonesia banyak banget ratifikasi perjanjian internasional. Menurut Hukumonline, Indonesia bahkan keseringan ratifikasi perjanjian internasional. Bahkan perjanjian-perjanjian yang sebetulnya ngga perlu-perlu banget diratifikasi sama kita. Yang bikin gemes, ternyata kita pun ga siap untuk membuat instrumen hukum nasional terhadap perjanjian-perjanjian internasional yang udah kita ratifikasi. Memang ga semua perjanjian internasional yang udah diratifikasi perlu dibuat instrumen hukum nasionalnya, tapi kan yang perlu untuk dibuat ya mbok ya dibuat. Terkesan bahwa Indonesia pengen banget eksis di dunia internasional, tapi ngga nyadar konsekuensi apa aja yang akan mereka hadapin ke depannya. Hence, Si Playboy Ababil.
Partisipasi di dunia internasional emang perlu. Tapi kalo ngasal aja, bisa-bisa malah buang waktu. Perlu diketahui, cuma negara-negara yang ratifikasi perjanjian internasional aja yang akan terikat sama perjanjian internasional itu. Yang bikin gue miris, Indonesia udah ratifikasi konvensi soal perlindungan buruh migran, tapi Arab Saudi (funny how the US and Saudi Arabia is both shortened as AS in Indonesian. Just a thought :D), tujuan dari banyak buruh migran kita belum ratifikasi. Jadi peraturan yang ada dalam perjanjian internasional itu ya ga mengikat mereka. Jadi kalo ada pelanggaran yang mereka lakukan berdasarkan konvensi itu, mereka ga bisa diminta pertanggung jawabannya dari konvensi itu. Yang bisa dilakukan? Diplomasi. Pret.
Jadi ya, kalo emang mau berkomitmen, baik konteksnya dalam percintaan maupun dalam hukum internasional, ya berkomitmen lah yang bener. Kalo emang mau sok ngatur-ngatur tapi di akhirnya lo malah kabur, kan ngga gentleman. Kalo mau mengikatkan diri sama seseorang atau sesuatu, ya liat-liat dulu sama subjek atau objeknya, jangan sampe nyesel. Pengennya berkomitmen sama cewek cantik yang tinggi, langsing, pinter, rajin beribadah, dan rajin menabung, eh malah dapetnya lintah darat yang bisanya ngisap darah lo pelan-pelan dan tanpa lo sadari, lo udah mati :D